Wednesday, 6 May 2015

Carrick, Si Penyeimbang Lini Tengah Man. United

Persentase penguasaan bola bukanlah segalanya. Gol adalah kunci kemenangan dalam sepak bola. 

Tim yang mencetak gol lebih banyak dari lawannya menjadi pemenang. Itu adalah peraturan dasar dalam sepak bola; seberapapun jumlah penguasaan bola tim tersebut. 

Anak kecebong juga tahu. Pikir Anda. Bila begitu, mengapa peranan Michael Carrick dianggap krusial untuk Manchester United yang gagal mendapatkan poin pada tiga pekan terakhir di Premier League?

Hilangnya gelandang bertahan Carrick dari daftar pemain pilihan Louis van Gaal dihubung-hubungkan dengan tiga kekalahan yang didapati MU. The Red Devils kalah dari Chelsea, kemudian Everton, dan West Bromwich Albion (WBA) secara berturut-turut.

Bukan Wayne Rooney, Radamel Falcao, atau Robin van Persie, yang gagal mencetak penalti di Old Trafford saat menjamu WBA, yang menjadi obyek bahasan dari hasil-hasil MU itu, namun faktor absennya Carrick.

Taruhlah seperti ini: David De Gea dan kawan-kawan tidak bisa menang tanpa pria berusia 33 tahun tersebut karena skema Van Gaal tidak dapat berjalan sebagaimana harusnya.

Padahal Carrick bukan sumber gol bagi MU, bukan pula penyuplai operan akhir bagi penyerang klub dengan trofi Liga Inggris terbanyak itu. Peranannya justru pengatur aliran bola. Untuk menjaga persentase penguasaan bola pada tingkatan tertentu yang sesuai dengan filosofi dari Van Gaal.

Hanya saja, bila dampak permainan Carrick sekadar menjaga persentase yang dimaksud maka MU tidak memiliki masalah tanpa dirinya di lapangan. Mereka unggul 70% dalam penguasaan bola menghadapi Chelsea, 65% di Goodison Park, bahkan 80% saat menjamu WBA.

Tapi kan ada Daley Blind. Pikir Anda (lagi). Itu benar. Dan baik Blind juga Carrick bermain sebagai deep-lying midfielder. Hanya saja, lulusan akademi Ajax tersebut lebih banyak memainkan operan ke samping atau ke belakang. Sekadar menjaga penguasaan bola tanpa mencari celah untuk melakukan serangan. Setidaknya intensitas "operan agresif" yang dilakukannya masih kalah dibanding Carrick.

Lihat saja ketika Blind tampil melawan Everton. Anak-anak asuh Roberto Martinez bahkan tidak mendesak pesepak bola asal Belanda tersebut, tapi bersiaga untuk memotong aliran bolanya. The Toffees tidak merasa dalam keadaan gawat selama Blind hanya mengoper ke kanan dan kiri. Pada akhirnya sang gelandang tampil di bawah rata-rata dengan persentase operan berhasil 79%, lebih kecil daripada catatan biasanya 88%.

Dalam anatomi tubuh manusia ada yang namanya sistem vestibular. Sistem sensorik ini hasil kombinasi penglihatan dan analisa otak yang menghasilkan kemampuan untuk menjaga keseimbangan dan mempengaruhi orientasi ruang. 

Tanpa adanya sistem vestibular maka individu tidak mungkin dapat berdiri dengan satu kaki, atau bahkan berjalan lurus. Dan berjalan lurus adalah hal yang amat diinginkan oleh MU bila mereka masih ingin melangkah ke Liga Champions.

Pasukan Van Gaal tampak merindukan permainan Carrick. Terlebih jarak dengan Liverpool di peringkat lima menipis menjadi empat angka. Meningkatkan operan-operan yang mengarah ke depan untuk mengincar celah alih-alih "operan aman" jadi pekerjaan rumah yang harus dipikirkan meneer.

Van Gaal memang mencoba mengambil alternatif saat MU melawan WBA dengan menempatkan Ander Herrera sebagai deep-lying midfielder. Eks Athletic Bilbao menjalankan tugasnya mendistribusikan bola dengan baik. Ia menjadi pemain MU yang paling sering menguasai bola, paling banyak mengoper dengan 127 operan dan enam tekel sukses terhadap Youssuf Mulumbu cs. menjadikannya pemain yang paling sering melakukan tekel.

Namun demikian, kita tahu Herrera akan jauh lebih membahayakan lawan di posisi lebih ke depan dengan operan-operan kuncinya dibandingkan sekadar menjaga kedalaman lini tengah. Kreativitas tersebut juga dibutuhkan untuk menciptakan kesempatan bagi Rooney dan kawan-kawan.

Bila begini kian terlihat pentingnya peranan Carrick. Bukan hanya pria kelahiran Wallsend itu sanggup menjalankan permainan MU lebih mulus, tapi kehadirannya sebagai karang pertama pemecah ombak serangan lawan adalah faktor yang penting. 

Tercatat bahwa MU memenangkan 13 dari 18 laga Premier League ketika Carrick bermain; sebesar 72,2%. Hanya Francis Coquelin dan Cesar Azpilicueta yang punya rataan kemenangan lebih baik. Daripada enam kemenangan dari 16 laga tanpa sang pemain; hanya 37,5%.

"(Sergio) Busquets lebih banyak bertahan dan (Andrea) Pirlo lebih condong sebagai penjaga ritme, seperti (Paul) Scholes. Michael adalah gabungan antara dua gaya tersebut," tutur mantan kapten MU Gary Neville selaku pandit Sky Sports. Pujian yang besar bagi Carrick, meski begitu banyak pihak setuju untuk mengangguk.

Carrick yang didatangkan ke Old Trafford di 2006 untuk menjadi suksesor Roy Keane memang tidak memenuhi harapan sebagai anchor midfielder dengan tekel keras, atau operannya pun tidak setajam Scholes tapi pria yang berulang tahun pada 28 Juli itu jauh dari kata gagal.

Pada akhirnya Carrick menjadi kunci permainan MU, seperti kata Neville, dengan gayanya sendiri.