Friday, 15 October 2010

Hooligan, Lebih Dari Sekedar Penonton


Lanjutan kualifikasi Piala Eropa 2012. Italia kontra Serbia. Belum juga pertandingan dimulai terjadi kericuhan dari bangku penonton, terlihat seorang ultras yang menggunakan penutup kepala berwarna hitam memanjat pagar pembatas pagar antara bangku penonton dengan lapangan. Ada juga sebagian membakar bendera. Ada pula yang melempar kembang api ke dalam lapangan. Hasilnya pertandingan dihentikan karena dianggap tidak aman. Tidak lama salah satu ultras itu dapat diamankan dan kemudian diidentifikasi. Namanya Ivan Bogdanov, seorang ultras Serbia dan Red Star Belgrade. Setelah dikonfirmasi dia mengatakan alasannya melakukan tindakan anarkis di dalam stadion dikarenakan dirinya kecewa dengan performa timnas. Seperti itulah pada umumnya sifat ultras atau lebih dikenal dunia dengan hooligan, anarkis. Apakah tindakan anarkisnya tanpa alasan ? tergantung perspektif anda. Jika anda menanyakannya kepada saya tentu saya akan bilang tidak. Karena itu caranya menunjukkan kecintaannya terhadap negara dan tim nasional sepakbola Serbia. Setiap orang bebas untuk mengekspresikan rasa cintanya dengan beribu - ribu cara dan salah satunya adalah anarkis.
Ivan Bogdanov

Mengapa orang - orang ini nekat melakukan tindakan melanggar hukum di negara asing ? Tentu mereka jauh dari kata kebal hukum tetapi kita juga tidak kalah seringnya mendengar sepak terjang mereka baik di dalam atau di luar stadion. Jawabannya bisa saja beragam dan memang lagi - lagi hal yang berhubungan dengan cinta sering kali tidak logis--sebentar, sebelum saya melanjutkan tentunya kita tidak membicarakan kata "cinta" romantis seperti yang kita lihat di ftv tetapi "cinta" dengan arti fanatik dan rela berkorban demi sesuatu yang dibela mati - matian oleh individu tersebut :)--dan bagi saya tindakan mereka pantas diacungi jempol. Bukan karena saya mendukung tindakan pengrusakan tetapi karena setidaknya para hooligan ini berani mengambil sikap atas kekecewaan mereka. Mereka berani hidup dengan prinsip mereka dan tidak terpengaruh oleh pendapat orang lain, hal inilah yang sanggup mendorong mereka untuk melakukan tindakan - tindakan seperti dalam laga Italia vs Serbia tersebut.

Untuk itu tidak ada salahnya jika kita membahas sedikit tentang hooligan. Siapa mereka ? Umumnya mereka adalah suporter sepakbola yang datang dari kelas pekerja dan merupakan jenis suporter dalam dunia sepakbola yang paling loyal dibandingkan jenis suporter yang lain. Meskipun secara penampilan mereka tidak berbeda dengan suporter biasa tetapi tingkatan fanatisme mereka berada jauh di atas penonton sepakbola biasa. Mereka menyanyikan chants, mengibarkan bendera, memprovokasi lawan dan terkadang bertindak vandalis. Mungkin terdengar lucu jika sekumpulan orang dengan badan besar dan beraksesoris sepakbola lengkap berjalan dalam sebuah grup dan bernyanyi - nyanyi tetapi semua anggapan lucu itu akan hilang jika anda terjebak masalah dengan hooligan. Sudah banyak contoh perkelahian dalam skala besar yang terjadi antar hooligan dan ada juga sebagian film yang mencoba menggambarkan bagaimana kehidupan seorang hooligan, seperti: The Firm, The Football Factory, Green Street Hooligans dan masih banyak lagi.

Salah satu scene dalam "The Firm"

Selain menyaksikan pertandingan langsung dari stadion, banyak dari hooligan yang memilih bar sebagai tempat alternatif, tentu ditemani makanan kecil dan bir. Bir selalu menjadi perekat yang mengumpulkan berbagai macam penggemar sepakbola. Saat tim mereka menang, mereka merayakannya dengan bir. Bir juga bisa untuk menghibur saat tim mereka kalah. Jangan heran jika hooligan selalu akrab dengan kata vandalisme. Bagaimana bisa mereka berpikir dengan akal sehatnya jika bir selalu menemaninya selama matchday berlangsung.

Hooligan biasanya tidak mengekspos diri mereka kepada media dan mereka juga tidak selalu bertindak anarkis selama satu musim liga berlangsung. Ada saat - saat tertentu dimana aura pertandingan panas akibat rivalitas kedua tim, pertandingan derby atau event besar turnamen antar negara seperti World Cup, atau saat Europa League dan Champions League. Pada saat seperti inilah hooligan biasanya menampakkan diri mereka di depan publik. Tidak perlu memperhatikan secara khusus untuk tahu suporter akan menjadi lebih beringas pada pertandingan seperti Ajax vs Feyenoord, Inter vs Milan, Celtics vs Rangers, Roma vs Lazio, Liverpool vs Everton, Boca Juniors vs Riverplate . Begitu juga di level Internasional saat Inggris bertemu dengan Jerman. Selalu ada sisi historis di luar lapangan hijau itu sendiri yang membuat suporter kedua tim siap membela timnya masing - masing sampai titik darah penghabisan bahkan jika itu berarti di luar stadion.

Suasana pertandingan antara West Ham vs Millwall

Memang tidak semua negara mempunyai suporter seperti hooligan. Hanya di negara dengan pemahaman bahwa sepakbola bisa dikatakan setara dengan agama kita akan menemukan suporter sejati seperti hooligan. Dimana mereka memilih klub yang mereka dukung seperti mereka memilih kepercayaan yang mereka yakini. Bagaimana dengan Indonesia ? Ya, mungkin kita sering mendengar atau bahkan melihat sendiri kerusuhan antar suporter yang terjadi di ISL. Tetapi apakah dengan berbuat kerusuhan bisa dianggap sebagai hooligan ? Saya rasa tidak. Tidak, jika mereka masih terjebak dalam doktrin suporter yang lebih dituakan. Tidak, jika mereka terlibat kerusuhan karena berada di waktu dan tempat yang salah. Tidak, jika mereka tidak mengerti apa yang mereka perjuangkan dari pertumpahan darah tersebut. Hooligan memang seringkali bertindak anarkis tetapi sekedar tindakan anarkis tidak cukup untuk menggambarkan Hooliganisme.


Spartak Moscow (Sudut Merah) vs Zenit St.Petersburg (Sudut Biru)

sumber :
Wahyudi, Hari."The Land of Hooligans : Kisah Para Perusuh Sepak Bola". Garasi. Jogjakarta. 2009.


Post Sebelumnya:
http://degradablethoughts.blogspot.com/2010/10/hooligans-lebih-dari-sekedar-penonton.html

Tuesday, 7 September 2010

Di Jalanan Kita Bermain

Sulitnya mencari lapangan untuk bermain futsal membuat saya teringat akan hal ini. Saat dimana futsal bukanlah hal yang menjamur dan menjadi sasaran kegiatan anak muda seperti sekarang,(bisnis) lapangan futsal pun masih sulit ditemukan. Futsal belum menjadi sebuah olahraga yang komersil dan masih jarang didengar. Tidak seperti sekarang yang harus menyewa lapangan jauh - jauh hari jika ingin bermain. Kita masih bermain dengan lapangan sepakbola biasa atau teman - teman saya biasa sebut dengan lapangan besar. Tentunya dengan lapangan seukuran itu tidak mungkin jika hanya bermain lima lawan lima atau tiga lawan tiga. Belum juga main, harus mencari personil. Repot.

Meksiko

Solusinya pun muncul dengan sendirinya. Tidak perlu banyak orang untuk bermain, tidak harus bermain di lapangan, tidak ada memiliki aturan yang "merepotkan", bisa dengan sandal atau nyeker, waktu ? sepuasnya. Benar jika anda menebak sepakbola jalanan, permainan sepakbola yang merupakan bagian dari urban culture ini lahir dari depan rumah atau pinggir jalan bahkan gang sempit. Menurut saya olahraga ini memiliki prisip yang sama dengan urban culture lainnya yang lebih merupakan penolakan atas sikap posh dari peraturan sepakbola formal yang bisa dikatakan terlalu banyak menuntut untuk bisa dimainkan di tengah ramainya kota yang tidak memiliki ruang bermain yang cukup. We just want to express ourselves and have fun, no need to make it difficult.

Brazil

Sepakbola jalanan atau bahasa kerennya Street Football (never say soccer) permainan sepakbola yang tidak selalu dinilai dari perolehan gol yang dicetak oleh kedua tim (bisa 1on1). Cara menentukan untuk menjadi pemenang seringkali lebih merupakan hasil kesepakatan kedua belah pihak. Kesenanganlah yang dicari bukan kebanggaan untuk menang dengan selisih skor besar. Bermain dengan kebebasan di atas jalanan.

Panama

Seiring dengan perkembangan olahraga sepakbola yang semakin mendunia tentu sepakbola jalanan pun terkena imbasnya dan karena memang pada dasarnya sepakbola merupakan olahraga yang bisa menyatukan berbagai kalangan lapisan masyarakat maka dengan cepat penggemar olahraga ini pun bertambah banyak. Dengan melihat terus meningkatnya penggemar olahraga ini, para produsen perlengkapan olahraga yang sudah mendunia pun tidak tinggal diam. Mereka mulai berani untuk mendanai acara - acara dengan model olahraga seperti ini (tentu dengan sedikit modifikasi). Hasilnya pada tahun 2006 diadakan "Street Football World Championship" untuk pertama kalinya di Berlin. Dari gang kumuh perjalanan panjangnya pun sampai di pentas dunia.

Irak


Sore hari sepulang sekolah
bermodalkan sandal jepit dan bola
mereka membuat gawang dengan jarak selangkah
yang seringkali tidak ada penjaganya

Bola diletakan ditengah "lapangan"
tentukan giliran dengan suit
mulailah berlarian
berkejaran kesana kemari

Tidak perlu wasit atau aturan
sportifitas muncul dengan kesadaran diri sendiri
bahkan pelanggaran
hanyalah sebuah bahan tertawaan

Bukan jumlah gol yang dikejar
melainkan kepuasan bermain
dan kesenangan berkumpul bersama teman

Senangnya bermain sepakbola jalanan
jauh dari kata tawuran
kecurangan
dan permusuhan.




Wednesday, 28 July 2010

Oranje Is De Kleur Van Gekte


Baru saja saya membaca "FourFourTwo" yang membahas tentang WC 2010, tertulis disana "Dominasi Sepakbola Pragmatis" ya benar sepakbola pragmatis--permainan sepakbola yang hanya mementingkan hasil akhir daripada permainan sepakbola yang menghibur--hilangnya karakteristik yang sudah melekat pada tim-tim unggulan karena tuntutan menjadi juara WC kurang lebih mewarnai sebagian besar pertandingan pada perhelatan akbar empat tahunan ini. Tidak ada yang namanya joga bonito, kick and rush atau total football. Tetapi bukan sepakbola pragmatis yang ingin saya angkat disini melainkan ciri khas permainan salah satu finalis WC 2010, yaitu tim Oranye, Belanda.

Siapa yang menyangka Belanda bisa sampai pada tahap final setelah bertemu Brazil dan unggul 2 - 1 atas raja sepakbola itu. Jujur saat itu saya yang merupakan fans tim Belanda pesimis dapat menang atas tim Brazil, tetapi kerja keras anak asuh Bert van Marwijk ternyata berkata beda. Sesaat setelah pertandingan berakhir saya penasaran untuk melihat tanggapan teman - teman saya mengenai pertandingan ini di twitter. Tentu saja timeline saya dipenuhi komentar pertandingan yang baru saja berakhir itu tetapi buat saya menjadi mengherankan saat terdapat banyak komentar seperti "..and thats what i called Total Football...", "Total Football 2 vs 1 Brazil" , "Total Football menang.." dan sebagainya. 

Total Football ? Untuk saya yang juga merupakan fans dari Ajax Amsterdam, Marco van Basten dan Johan Cruijff cara bermain mereka tidak bisa disebut dengan Total Football. Mungkin mereka menang dengan mental bertanding yang hebat setelah tertinggal lebih dahulu dan bisa menutupi pergerakan pemain Brazil di babak kedua tetapi saat itu saya sangat yakin sepakbola Belanda tidak lain adalah pragmatis.

Jika kita melihat sejarah pada tahun 1974 dan 1978 dimana sepakbola Belanda saat itu dipimpin oleh seorang Cruijff sangat terlihat seperti apakah Total Football itu sendiri dan tradisi itu dilanjutkan oleh Trio Belanda--Basten,Gullit dan Rijjkard--pada akhir 80an lalu menghilang pada era akhir 90an hingga 2000 awal kemudian Van Basten yang ditunjuk sebagai manajer tim Belanda saat itu membawa kembali semangat Total Football mereka pada Euro 2008. Terakhir gaya bermain peninggalan Cruijff ini justru diadopsi oleh tim Spanyol sehingga bisa menjadi juara WC 2010 dan Euro 2008.



Total Football '74 - Jerman Barat

Operan pendek satu-dua dengan mobilitas tinggi, kemampuan adaptasi oleh seorang pemain untuk bermain di berbagai posisi sehingga tidak adanya posisi tetap dan terus menekan lawan, itu lah esensi Total Football. Kata total di depan bukan hanya karena mereka selalu mendominasi lawannya dengan permainan possesion football yang hampir sempurna tetapi karena 11 pemain bermain secara total untuk menjadi 1 tim bukan ke"sebelas"an and thats for me is "The Total Football".


Total Football '74 - Uruguay



Johan Cruijff - The Dutch Football Maestro

Post sebelumnya: