Lanjutan Liga Champions. Di Nou Camp,
Barcelona menang besar 4-0 dari AC Milan. Sementara itu di Schalke, salah satu
alumni terbaik Ajax bertualang selangkah lebih baik dari kompatriot PSV-nya. Hari
yang baik untuk sepak bola Belanda.
Semua orang sudah tahu bahwa faktor di
balik keberhasilan Barcelona menjadi tim sepak bola terbaik dekade ini berkat
campur tangan Johan Cruijff yang memberikan sentuhan pada gaya bermain serta
pengembangan bakat muda di La Masia.
Bukan sebuah kebetulan final Piala
Dunia 2010 mempertemukan Belanda dan Spanyol ada aura total football yang kental di dalamnya (walau akhirnya Bert van
Marwijk memainkan sepak bola pragmatis yang membuat Cruijff malu pada tim
nasionalnya sendiri), di dalamnya ada tujuh pemain lulusan De Toekomst dan
tujuh pemain dari La Masia. Jika karena popularitas Barcelona sendiri begitu
melambungkan nama La Masia, bagaimana dengan De Toekomst? Yang dikatakan oleh
Frank de Boer sebagai denyut jantung Ajax Amsterdam.
Toekomst yang berarti "masa
depan" bisa dibilang bukan taman bermain bagi para bakat terbaik sepak
bola Belanda, lebih seperti pabrik; jika kualitas Anda tidak sesuai standar
maka ucapkan au revoir. Di Toekomst
ada berbagai grup umur, dari 7 sampai 19, difasilitasi dengan 8 lapangan dimana setiap
harinya melibatkan 200 anak akademi Ajax dengan gedung berlantai dua tingkat
sebagai tempat fasilitas olahraga, kelas dan ruang staff.
Langkah pertama Anda sebagai pemain
akan terus dimonitor dan setiap tahunnya performa Anda akan dievaluasi, tidak
setiap orang mendapat kesempatan untuk kembali, mungkin sebagian dari Anda akan
mengatakan sistem ini terlalu keras untuk pemain muda tapi memang seperti inilah
dunia sepak bola modern.
Urvin Rooi ayah dari Dylan Donaten Nieuwenhuys salah satu
didikan Toekomst sejak umur 7 tahun bercerita kepada Michael Sokolove dari New York Times identitas anaknya sebagai
bagian dari Ajax terbentuk juga dari gelas minumnya yang berlogo Ajax, begitu
juga dengan piyama Ajax yang dikenakan saat tidur, tentu dengan selimut Ajax
pula.
Selain itu, identitas mereka juga dibentuk sejak dini dengan bentangan foto-foto
legenda seperti Cruyff, Davids, Van Basten, Kluivert hingga Sneijder menghiasi
Toekomst dan dari sinilah gaya permainan mereka yang berpatron pada filosofi total football atau ideologi yang
disebut oleh Jon Olde Riekerink, direktur akademi Ajax, kepada Fifa.com dengan T.I.P.S (Technique, Insight, Personality dan Speed). Latihan mereka dilakukan secara
berulang-ulang, "Mereka akan dilatih hal yang sama lagi dan lagi dan lagi,
lalu beberapa kali lagi," ujar Van Der Wiel mengingat masa-masanya di
Toekomst.
David Endt kepada FFT juga menyuarakan hal senada bahwa latihan yang mereka lakukan
bukanlah untuk tim lain, mereka hanya mengembangkan diri untuk Ajax dan total football. Bayangkan, saat Anda
dilatih sesuatu yang sama selama belasan tahun pasti akan membuat Anda mahir.
Tetapi uniknya, Ajax tidak hanya bicara sepak bola, saat Anda belum menginjak
umur 13 tahun 40% dari porsi latihan Anda bukan spesifik mengenai olah bola.
Justru judo dan senam, "Untuk melatih kemampuan dasar motorik", jelas
Rene Wormhoudt, pelatih fisik dan kebugaran di Toekomst.
Namun, bukan berarti Ajax meraih
sukses sendirian. Baik PSV, Feyenoord dan Alkmaar ternyata menginterpretasi
metode pengembangan bakat muda Ajax, periode pertengahan 2000-an menjadi masa
kelam Ajax yang surut prestasi hingga akhirnya metode pencarian bakat mereka
mengalami perubahan.
Sebelumnya, Ajax akan menyebarkan 40 volunteers ke daerah
sekitar Amsterdam untuk mencari bakat tetapi Nicolai Boilesen dan Christian
Eriksen menjadi bukti anyar sayap mereka telah ekspansi ke negara-negara
tetangga untuk mencari bakat. Mengikuti kata Simon Kuper di Soccernomics, jika Anda ingin mencari
bakat terbaik maka pool bakat yang
paling bagus adalah berasal dari populasi yang besar juga. Dalam kasus Ajax,
boleh dibilang dominasi beberapa tahun ini membuahkan hasil.
Satu hal lagi, kita sebagai
bangsa Indonesia tentu sudah paham bahwa bakat pemain bola Indonesia tergolong
unggulan puluhan tahun silam dan seiring berkembangnya sains dalam olahraga
ini, keadaan Indonesia semakin tertinggal hingga hiatus seperti sekarang. Di
Milan kita mengenal MilanLab yang menggunakan sains dalam olahraga untuk
memperpanjang umur atlit sedangkan Ajax mempunyai miCoach Performance Centre,
hasil kerja sama dengan Adidas yang dapat meningkatkan teknik para pemain di
Toekomst.
Dengan teknologi state of the art ini, Ajax memiliki
"laboratorium" yang bisa merekam teknik tendangan seorang pemain dari
sudut 360°
lalu ada juga GPS yang memonitor data fisik seperti detak jantung dan jarak
yang ditempuh pemain. Seperti, Anda tahu, manufaktur purwarupa Lexus LFA dan
teman-temannya. Yang kemudian datanya akan dianalisis oleh dosen dan mahasiswa
Universitas Amsterdam.
Riset semacam ini tentu
membutuhkan pengeluaran tetapi dengan pemasukan dari penjualan pemain seperti
Wesley Sneijder, menjadi hal yang kecil, lagipula saat Anda menanam bayam Anda
sendiri dan menjualnya untuk di ekspor ke negara lain, biaya perawatannya tidak
seberapa. Suarez, Van der Wiel, Stekelenburg, Emanuelson, Ibrahimovic,
Huntelaar, Van der Vaart, Pienaar, Heitinga, Vermaelen, Vertongen, bayangkan
betapa indah kebun bayam Amsterdam ini, ingin mencicipi? Bisa saja, tentu
harganya selangit.
De Toekomst memang benar-benar
denyut jantung Ajax yang dapat membuat mereka hidup, baik dalam melanjutkan
masa depan pemain juga finansial klub, sayang setelah 1995 status juara Eropa
kini sulit diraih kembali setelah menjadi feeder
club.
*Tulisan ini pertama muncul di Definefootball.com