Friday, 1 March 2013

Keajaiban kota Bern Meredupkan Sepak Bola Hungaria

Trofi Piala Dunia pertama Jerman


Jerman adalah negara sepak bola, itu kita semua juga tahu, namun bagaimana dengan Hungaria? Ada nama pemain terkini yang akrab di telinga kitaNama yang terlintas saat ini di pikiran saya hanya dua, Zoltan Gera dan Balasz Dzsudzsak, tahu nama pemain yang terakhir ini juga karena baca berita Eredivisie dan status saya sebagai pemain aktif Football Manager.

Sepak bola Hungaria adalah benda antik, yang memiliki nilai historis tinggi, artinya jika kita ingin bicarakan sepak bolanya kita harus melihat jauh ke dalam sejarah. Di periode saat sepatu bola masih berlapis seperti kulit badak dan Rusia masih adidaya dengan komunisme mereka, Hungaria termasuk salah satu negara yang permainan sepak bolanya dikagumi.

Cerita ini mengenai bagaimana Jerman pada setengah abad lalu belum memiliki banyak gelar juara seperti sekarang dan Hungaria kala itu bisa dibilang mempunyai reputasi permainan menyerang dengan total football versi mereka sendiri. Sebuah cerita mengenai bagaimana Jerman mensiasati The Mighty Magyars. Untuk anak-anak Jerman, mereka mengenal cerita ini dengan judul ”Das Wunder von Berne”.

Setahun sebelum gelaran Piala Dunia 1954 di Swiss, Inggris mengadakan friendly match dengan Hungaria, sang tamu merupakan peringkat pertama FIFA kala itu dan hampir 4 tahun tidak pernah kalah. Tetapi Inggris pun serupa, Wembley menjadi kandang angker dimana mereka selalu meraih hasil maksimal dengan sistem bermain WM karya Herbert Chapman yang dipuji-puji negara lain. Namun Inggris tidak akan siap dengan apa yang mereka hadapi hari itu, cikal bakal total football dari anak asuh Gusztav Sebes dan mungkin saja timnas terbaik yang tidak pernah mengangkat trofi Jules Rimet.

Sebes, pada 1953 silam memainkan social football menggunakan formasi 3-5-2 dimana Nandor Hidegkuti diplot sebagai deep-playing striker, mirip peran Rooney sekarang, dan hal ini merupakan sesuatu yang revolusioner pada masanya. Legenda sepak bola Inggris, Stanley Matthews, mengambarkan gaya permainan Hungaria waktu itu sebagai gabungan sepak bola Inggris yang banyak melibatkan para pemainnya berlari menusuk ke jantung pertahanan lawan dengan permainan operan pendek ala Amerika Selatan. Setelah hattrick dari Hidegkuti memberikan skor akhir 3-6, enam bulan kemudian Inggris mencoba menantang rasa penasaran mereka dengan berkunjung ke Budapest, hanya untuk menerima kekalahan kembali dengan hasil 7-1.

Di Piala Dunia 1954, pertemuan antara kedua finalis terjadi sejak fase grup. Jerman Barat, yang belum benar-benar pulih dari kondisi pasca perang berhadapan dengan tim terbaik di era tersebut. Tidak dapat dihindarkan, 8 gol pun bersarang di gawang Toni Turek hanya berbalas 3.

Dalam perjalanannya menuju final Puskas dkk berhasil membuat 25 gol dan kebobolan 7 gol diantaranya dari membabat Korea Selatan 9-0 dan mengalahkan Brasil serta Uruguay dengan 4-2. Sekedar perbandingan, Spanyol di 2010 mencetak 8 gol dan kemasukan 2, Italia di 2006 mencetak 12 gol berbanding 2 gol dan Brazil pada Piala Dunia 2002 berhasil memasukkan 18 gol dan kemasukan 4 gol, kalah jauh dengan selisih 18 gol Hungaria hingga semi final 1954, bahkan gelaran Piala Dunia kala itu memilki jumlah pertandingan yang lebih sedikit.

Hungaria dengan lini depan mereka yang diisi oleh Kocsis (11 gol), Hidegkuti (4), Puskas (3), Czibor (2) menapak final dengan jumlah gol per pertandingan paling tinggi disertai juga sebagai tim dengan rataan selisih gol yang tertinggi, praktis diperkirakan hanya mengalami formalitas ketika bertemu Jerman Barat di partai puncak yang berlangsung di kota Bern. Namun justru saat inilah Jerman Barat memiliki solusinya sendiri dan meraih gelar pertama mereka hingga kemudian salah satu timnas sepak bola terbaik di dunia.

Keajaiban pertama yang terjadi di Bern adalah guyuran hujan deras, kondisi lapangan yang tentu belum memiliki standar kualitas seperti zaman modern ini pun tidak ubahnya sawah, persis kondisi lapangan Stadion Benteng Tangerang, dan seperti kata pepatah, selalu ada hikmah dibalik kejadi buruk, disini Jerman Barat harus berterima kasih kepada kelihaian seorang pengrajin sepatu yang akan membuat produknya meledak di pasaran, sambutlah Adolf Dassler.

Setelah berpisah dari Gebruder Dassler Schuhfabrik, Adi Dassler yang berteman dekat dengan Sepp Herberger, pelatih Jerman Barat, memberikan apa yang menjadi andalan tim underdog ini melawan Hungaria yang tidak terkalahkan. Peranan pertama dari teknologi perlengkapan sepakbola, Adi Dassler mempunyai sepatu dengan pul yang bisa diganti dan segera memasang pul sepatu yang lebih panjang pada timnas Jerman Barat yang cocok dengan kondisi lapangan lumpur. Lain halnya dengan Hungaria, mereka tidak memiliki "kemewahan" seperti ini yang membuat akhirnya mereka kewalahan dengan kondisi lapangan.

Tidak hanya hujan dan Adidas, akal cerdik Herberger juga turut berperan. Sadar bahwa Hungaria calon kuat juara, Jerman Barat ternyata menurunkan pemain cadangan pada pertemuan pertama mereka di grup. Bagaimana caranya tidak ketahuan? Gampang, belum ada internet di tahun 1950-an dan seperti momen-momen kebangkitan Manga, Herberger menurunkan kesebelasan terbaik mereka di partai final, sesuatu yang luput dari pengamatan Sebes, ternyata terbukti sebagai strategi jitu. Selain itu kondisi Puskas yang dipaksakan bermain dalam cedera juga menjadi salah satu faktor berpengaruh.

Masih belum merasa aman, seperti yang diberitakan harian Tageszeitung, Erik Eggers dari Universitas Leipzig menuturkan teori bahwa punggawa Der Panzer disuntikan dengan "vitamin C" yang ternyata Pervitin (methamphetamine) yang merupakan stimulan bagi prajurit perang Jerman di Perang Dunia II, salah satunya yang menerima suntikan tersebut adalah penyerang FC Nuremberg, Max Morlock, pencetak gol pertama Jerman Barat dari comeback dramatis melawan Mighty Magyars yang unggul cepat 2-0 hanya dalam 8 menit pertama ternyata harus menerima kenyataan bahwa mimpinya menggapai titel juara dunia pupus berkat gol sang kapten, Der Boss, Helmut Rahn di menit 84.

Andai hari itu ada pawang hujan di Bern, andai Adi Dassler tidak berseteru dengan Rudolf, andai tim medis lupa membawa "vitamin" mereka, andai sang kapten tidak mengalami cedara, mungkin saja generasi emas Hungaria tersebut bisa menjadi juara dan kekal menjadi bagian sejarah sebagai tim nasional terhebat dalam sepak bola yang tertulis dengan tinta emas, sampai detik ini generasi baru Hungaria belum bisa mengulangi catatan gemilang pendahulu mereka.

4 comments:

  1. Hungaria hebat tapi tanpa taktik, komentar balasan ya ke blog saya www.goocap.com

    ReplyDelete
  2. Mohon diralat, kiper Jerman saat kalah 3-8 dari Hungaria bukan Toni Turek, tetapi Heinz Kwiatkowski, salah satu taktik brillian coach Sepp Herberger

    ReplyDelete
  3. Kapten Jerman Barat juga bukan Helmut Rahn, tetapi Fritz Walter

    ReplyDelete