Trofi Piala Dunia pertama Jerman |
Jerman adalah negara sepak bola, itu kita semua juga tahu, namun bagaimana
dengan Hungaria? Ada nama pemain terkini yang akrab di telinga kita? Nama
yang terlintas saat ini di pikiran saya hanya dua, Zoltan Gera dan Balasz Dzsudzsak,
tahu nama pemain yang terakhir ini juga karena baca berita Eredivisie dan status
saya sebagai pemain aktif Football Manager.
Sepak bola Hungaria adalah benda antik, yang memiliki nilai historis
tinggi, artinya jika kita ingin bicarakan sepak bolanya kita harus melihat jauh
ke dalam sejarah. Di periode saat sepatu bola masih berlapis seperti kulit
badak dan Rusia masih adidaya dengan komunisme mereka, Hungaria termasuk salah
satu negara yang permainan sepak bolanya dikagumi.
Cerita ini mengenai bagaimana Jerman pada setengah abad lalu belum memiliki
banyak gelar juara seperti sekarang dan Hungaria kala itu bisa dibilang
mempunyai reputasi permainan menyerang dengan total football versi mereka sendiri. Sebuah cerita mengenai
bagaimana Jerman mensiasati The Mighty Magyars. Untuk anak-anak Jerman, mereka
mengenal cerita ini dengan judul ”Das
Wunder von Berne”.
Setahun sebelum gelaran Piala Dunia 1954 di Swiss, Inggris mengadakan friendly match dengan Hungaria, sang
tamu merupakan peringkat pertama FIFA kala itu dan hampir 4 tahun tidak pernah
kalah. Tetapi Inggris pun serupa, Wembley menjadi kandang angker dimana mereka
selalu meraih hasil maksimal dengan sistem bermain WM karya Herbert Chapman
yang dipuji-puji negara lain. Namun Inggris tidak akan siap dengan apa yang
mereka hadapi hari itu, cikal bakal total
football dari anak asuh Gusztav Sebes dan mungkin saja timnas terbaik yang
tidak pernah mengangkat trofi Jules Rimet.
Sebes, pada 1953 silam memainkan social
football menggunakan formasi 3-5-2 dimana Nandor Hidegkuti diplot sebagai deep-playing striker, mirip peran Rooney
sekarang, dan hal ini merupakan sesuatu yang revolusioner pada masanya. Legenda
sepak bola Inggris, Stanley Matthews, mengambarkan gaya permainan Hungaria waktu
itu sebagai gabungan sepak bola Inggris yang banyak melibatkan para pemainnya
berlari menusuk ke jantung pertahanan lawan dengan permainan operan pendek ala
Amerika Selatan. Setelah hattrick
dari Hidegkuti memberikan skor akhir 3-6, enam bulan kemudian Inggris mencoba
menantang rasa penasaran mereka dengan berkunjung ke Budapest, hanya untuk
menerima kekalahan kembali dengan hasil 7-1.
Di Piala Dunia 1954, pertemuan antara kedua finalis terjadi sejak fase
grup. Jerman Barat, yang belum benar-benar pulih dari kondisi pasca perang
berhadapan dengan tim terbaik di era tersebut. Tidak dapat dihindarkan, 8 gol
pun bersarang di gawang Toni Turek hanya berbalas 3.
Dalam perjalanannya menuju final Puskas dkk berhasil membuat 25 gol dan kebobolan
7 gol diantaranya dari membabat Korea Selatan 9-0 dan mengalahkan Brasil serta
Uruguay dengan 4-2. Sekedar perbandingan, Spanyol di 2010 mencetak 8 gol dan
kemasukan 2, Italia di 2006 mencetak 12 gol berbanding 2 gol dan Brazil pada
Piala Dunia 2002 berhasil memasukkan 18 gol dan kemasukan 4 gol, kalah jauh
dengan selisih 18 gol Hungaria hingga semi final 1954, bahkan gelaran Piala
Dunia kala itu memilki jumlah pertandingan yang lebih sedikit.
Hungaria dengan lini depan mereka yang diisi oleh Kocsis (11 gol),
Hidegkuti (4), Puskas (3), Czibor (2) menapak final dengan jumlah gol per
pertandingan paling tinggi disertai juga sebagai tim dengan rataan selisih gol
yang tertinggi, praktis diperkirakan hanya mengalami formalitas ketika bertemu
Jerman Barat di partai puncak yang berlangsung di kota Bern. Namun justru saat
inilah Jerman Barat memiliki solusinya sendiri dan meraih gelar pertama mereka hingga
kemudian salah satu timnas sepak bola terbaik di dunia.
Keajaiban pertama yang terjadi di Bern adalah guyuran hujan deras, kondisi
lapangan yang tentu belum memiliki standar kualitas seperti zaman modern ini
pun tidak ubahnya sawah, persis kondisi lapangan Stadion Benteng Tangerang, dan
seperti kata pepatah, selalu ada hikmah dibalik kejadi buruk, disini Jerman
Barat harus berterima kasih kepada kelihaian seorang pengrajin sepatu yang akan
membuat produknya meledak di pasaran, sambutlah Adolf Dassler.
Setelah berpisah dari Gebruder Dassler Schuhfabrik, Adi Dassler yang
berteman dekat dengan Sepp Herberger, pelatih Jerman Barat, memberikan apa yang
menjadi andalan tim underdog ini melawan
Hungaria yang tidak terkalahkan. Peranan pertama dari teknologi perlengkapan
sepakbola, Adi Dassler mempunyai sepatu dengan pul yang bisa diganti dan segera
memasang pul sepatu yang lebih panjang pada timnas Jerman Barat yang cocok
dengan kondisi lapangan lumpur. Lain halnya dengan Hungaria, mereka tidak
memiliki "kemewahan" seperti ini yang membuat akhirnya mereka
kewalahan dengan kondisi lapangan.
Tidak hanya hujan dan Adidas, akal cerdik Herberger juga turut berperan.
Sadar bahwa Hungaria calon kuat juara, Jerman Barat ternyata menurunkan pemain
cadangan pada pertemuan pertama mereka di grup. Bagaimana caranya tidak
ketahuan? Gampang, belum ada internet di tahun 1950-an dan seperti momen-momen
kebangkitan Manga, Herberger menurunkan kesebelasan terbaik mereka di partai
final, sesuatu yang luput dari pengamatan Sebes, ternyata terbukti sebagai
strategi jitu. Selain itu kondisi Puskas yang dipaksakan bermain dalam cedera juga
menjadi salah satu faktor berpengaruh.
Masih belum merasa aman, seperti yang diberitakan harian Tageszeitung, Erik Eggers dari
Universitas Leipzig menuturkan teori bahwa punggawa Der Panzer disuntikan
dengan "vitamin C" yang ternyata Pervitin (methamphetamine) yang
merupakan stimulan bagi prajurit perang Jerman di Perang Dunia II, salah
satunya yang menerima suntikan tersebut adalah penyerang FC Nuremberg, Max
Morlock, pencetak gol pertama Jerman Barat dari comeback dramatis melawan Mighty Magyars yang unggul cepat 2-0
hanya dalam 8 menit pertama ternyata harus menerima kenyataan bahwa mimpinya
menggapai titel juara dunia pupus berkat gol sang kapten, Der Boss, Helmut Rahn
di menit 84.
Andai hari itu ada pawang hujan di Bern, andai Adi Dassler tidak berseteru
dengan Rudolf, andai tim medis lupa membawa "vitamin" mereka, andai
sang kapten tidak mengalami cedara, mungkin saja generasi emas Hungaria
tersebut bisa menjadi juara dan kekal menjadi bagian sejarah sebagai tim nasional
terhebat dalam sepak bola yang tertulis dengan tinta emas, sampai detik ini
generasi baru Hungaria belum bisa mengulangi catatan gemilang pendahulu mereka.
Jerman cerdik
ReplyDeleteHungaria hebat tapi tanpa taktik, komentar balasan ya ke blog saya www.goocap.com
ReplyDeleteMohon diralat, kiper Jerman saat kalah 3-8 dari Hungaria bukan Toni Turek, tetapi Heinz Kwiatkowski, salah satu taktik brillian coach Sepp Herberger
ReplyDeleteKapten Jerman Barat juga bukan Helmut Rahn, tetapi Fritz Walter
ReplyDelete