Sunday, 23 September 2012

Menanti Pengganti Sang Jendral United

There's only one Keano

Pahlawan seringkali diingat untuk jasa-jasanya. Pahlawan sering dirindukan disaat susah oleh mereka yang membutuhkan. Agaknya pahlawan yang satu ini pun menjadi sosok yang sedang dicari-cari oleh Sir Alex untuk melengkapi potongan yang hilang dalam puzzle komposisi pemain Manchester United.

Sang mantan petinju amatir yang telah menekuni olahraga adu pukul sejak umur 9 tahun ini berasal dari keluarga kelas pekerja di Mayfield daerah suburb Cork, Irlandia. Tidak heran latar belakangnya tersebut membentuk kepribadiannya yang terkenal emosional.

Beranjak dewasa, Roy Maurice Keane, ternyata lebih menunjukkan bakat di sepakbola. Kapten Manchester United sepeninggal Eric Cantona memang identik dengan klub merah Manchester walau dia sebenarnya mengawali karir sepakbola profesional EPL dari Nottingham Forest dan menyelesaikannya di klub yang dia idolai sejak kecil, Glasgow Celtic.

Mengumumkan pensiun dari sepakbola saat bermain di klub ibukota Irlandia tersebut sejak 2006 Roy Keane telah beberapa kali mencoba peruntungan untuk menjadi manajer di Liga Inggris, sayangnya belum ada yang dapat dikatakan sukses. Walau begitu karirnya sebagai kapten Setan Merah tidak berbanding lurus dengan karir manajerialnya. Keane dapat digolongkan sebagai pemain sukses, pemain yang sulit dilupakan, uniknya bukan karena kemampuan mengolah bola yang dia miliki tetapi karena karakteristiknya yang begitu menonjol sebagai jendral lapangan tengah United.

Apa yang kita ingat dari pemain bernomor punggung 16? Dia merupakan orang yang temperamen, bila kita bertanya kepada Alfie Haaland mungkin dia akan mengatakan Keane sebagai pendendam terburuk yang pernah dia temui,  dia jelas tidak sungkan untuk mengkritik rekan setim, si kapten juga terkenal untuk gol inspiratif pada laga tandang di Turin saat Treble 1998/1999 silam, sedikit yang kita ketahui dia juga ternyata penyayang binatang—silahkan googling tentang Triggs. Pernah suatu saat Stephen Hawking terlihat berlari layaknya orang sehat dan tidak menggunakan “kursi santai”nya lalu seseorang bertanya bagaimana hal itu bisa terjadi? Dia baru saja bertemu Roy Keane, dia tidak suka dengan suaranya dan dengan satu gebrakan meja saya melihat apa yang anda lihat.

Singkatnya Roy Keane adalah pria yang tidak bisa diam, tidak bisa jauh dari berita, baik atau (seringkali) buruk. Walau begitu  Manchester United lebih membutuhkan sosoknya lebih dari apapun saat ini, anak asuh Sir Alex butuh pemain yang sanggup mengatakan, “Woy jing! Main lu jelek!” untuk menyadarkan bahwa mereka sejatinya adalah juara dan selalu dituntut untuk bermain layaknya juara dan juara tidak membiarkan permainannya didominasi seperti yang dilakukan oleh Gerrard, Allen dan Shelvey. Yang pertama disebut baru saja mengalami malam yang emosional dengan memperingati Hillsborough karena sepupunya menjadi korban kala itu, pada pertandingan ini dia pun mencetak gol pertama pemberi harapan namun sayang semua usaha kapten Liverpool itu digagalkan oleh Mark Halsey.

Peluit akhir pertandingan menyatakan tim tamu meraup tiga poin di Anfield dengan catatan permainan mereka sungguh tidak memuaskan, nyatanya Liverpool lebih menguasai pertandingan walau harus bermain dengan sepuluh orang sejak Foster Adams mentekel dua kaki Evans saat berebut bola 50-50 di akhir babak pertama. Statistik Whoscored.com menyatakan Si Bangau unggul dalam penguasaan bola sebesar 52% dengan 14 tembakan 6 diantaranya mengarah ke gawang Lindegaard. Di sisi lawan MU hanya berhasil melakukan 3 tembakan ke gawang, setengah dari yang tuan rumah lakukan.

Bukan hal yang baru bahwa Manchester United memiliki kelemahan sepeninggal Roy Keane untuk sektor perebutan bola di tengh lapangan. Masuknya Hargreaves pada tahun 2007 sempat memberi angin segar untuk Rooney cs namun sayang dia memiliki kaki kaca. Harapan kemudian berlanjut dengan performa Darren Fletcher tetapi belakangan pria Skotlandia harus beristirahat satu musim penuh dan belum ada kepastian apakah dia akan kembali mencapai puncak permainannya kembali. Carrick yang diproyeksikan di posisi Keane tampak tidak bisa berperan seperti pendahulunya tersebut, pemberian nomor punggung 16 pun tidak banyak membantu juga memungkiri keadaan bahwa yang menjadi faktor pembeda Keane bukanlah kemampuan bermain bolanya tetapi jiwa kepemimpinan yang dimilikinya. Fakta di lapangan membuktikan Keane sering membuat onar tetapi terkadang aura intimidatif tersebut mampu menjadi nilai positif tergantung darimana anda melihatnya.

Musim baru berlanjut, puluhan juta poundsterling telah digelontorkan runner up EPL musim lalu. Kagawa, Buttner dan Van Persie membuktikan mereka sanggup memberi kontribusi. Bukan berarti masalah lama Man.United akan terselesaikan dengan hal ini, kebutuhan United akan ball winner akan tetap mengganggu mereka.

Sampai sekarang kehadiran Robin Van Persie masih membawa keberuntungan untuk Red Devils tetapi di saat bersamaan “keberuntungan” belum bertemu dengan musuh bebuyutannya, Yaya Toure.