Masih teringat bagaimana senangnya para pendukung Manchester United mendapatkan Olympiakos di babak 16 besar. Lawan mudah, begitu yang terpikir dan memang tidak disalahkan, siapa juga yang akan menjagokan tim yang pencapaian terbaiknya di Liga Champions hanyalah perempat final.
Asumsi tersebut ditambah dengan catatan tidak pernah kalah Man. United dari wakil Yunani itu. Optimistis, meyakinkan, mungkin juga meremehkan tapi kebanyakan suporter The Red Devils lupa tentang usaha David Moyes memecahkan rekor yang sebelumnya bahkan tidak terpikirkan di era Sir Alex Ferguson.
Ya, Man. United kembali kalah. Mengejutkan mungkin, tapi sebenarnya jika melihat performa tim terbaik Yunani tersebut maka kemenangan mereka memang kemungkinan yang masuk akal. Bagaimana tidak, di liga domestik Olympiakos adalah raja. Mereka juara liga 40 kali dan musim ini berjalan baik bagi klub berjuluk Thrylos (artinya legenda dan apa pun yang bisa mendapat julukan seperti itu tidak bisa dianggap remeh), menang 24 kali dan seri dua kali. Mau dibandingkan dengan penantangnya dari Inggris? Rasanya kita semua mengerti performa Si Setan itu.
Tapi mari mengenyampingkan hal tersebut, toh Man. United juga rajanya Liga Inggris. Tidak seimbang membandingkan Hercules, Apollo atau Zeus dengan Benedict Cumberbatch dan Tom Hiddleston. Yang terlihat daripada permainan fantastis tuan rumah adalah Moyes gagal menunjukkan permainan standar, atau mereka tidak bermain sama sekali, dari skuat asuhannya. Lesu, tampak bingung, mendung. Bisa jadi juga sudah ada orang di luar sana yang mulai merasakan iritasi kulit karena permainan Man. United sangat terpaku pada umpan sayap.
Terlebih lagi melihat duet Michael Carrick dengan Tom Cleverley. Melihat Carrick-Cleverley bersamaan sejak menit awal seperti membeli tiket ke rumah hantu atau atraksi semacamnya, Anda tahu meski dapat melaluinya tadi selalu ada perasaan was-was. Benar saja, dua gol Olympiakos tercipta dari posisi yang sama, di depan kotak penalti dan tanpa mendapat kesulitan dari dua yang namanya baru disebut. Rasanya buruk, sama buruk ketika melihat muka Anwar Congo. Sepet.
Memang merisaukan dengan adanya kemungkinan terdepak di Liga Champions oleh Olympiakos, mereka sama sekali tidak dianggap sebagai kuda hitam, bahkan mungkin tidak ada yang melihatnya sebagai kuda. Namun jika mindset kita diputar sedikit kekalahan ini hanyalah usaha Moyes menaikkan profil dirinya.
Terakhir kali Man. United mampu membalikkan kekalahan 2-0 di leg pertama dan terus melaju ke ronde selanjutnya di Liga Champions terjadi pada 1984, saat itu bahkan mengalahkan Barcelona (masih diperkuat Diego Maradona). Tentu akan sangat keren bila Moyes bisa mengulang kejadian serupa dan membalikkan keadaan, ejakulasi! Meski lawannya hanya Olympiakos tapi dapat dipastikan menjadi cerita yang menghiasi tajuk utama koran olahraga Inggris di pagi harinya.
Asumsi tersebut ditambah dengan catatan tidak pernah kalah Man. United dari wakil Yunani itu. Optimistis, meyakinkan, mungkin juga meremehkan tapi kebanyakan suporter The Red Devils lupa tentang usaha David Moyes memecahkan rekor yang sebelumnya bahkan tidak terpikirkan di era Sir Alex Ferguson.
Ya, Man. United kembali kalah. Mengejutkan mungkin, tapi sebenarnya jika melihat performa tim terbaik Yunani tersebut maka kemenangan mereka memang kemungkinan yang masuk akal. Bagaimana tidak, di liga domestik Olympiakos adalah raja. Mereka juara liga 40 kali dan musim ini berjalan baik bagi klub berjuluk Thrylos (artinya legenda dan apa pun yang bisa mendapat julukan seperti itu tidak bisa dianggap remeh), menang 24 kali dan seri dua kali. Mau dibandingkan dengan penantangnya dari Inggris? Rasanya kita semua mengerti performa Si Setan itu.
Tapi mari mengenyampingkan hal tersebut, toh Man. United juga rajanya Liga Inggris. Tidak seimbang membandingkan Hercules, Apollo atau Zeus dengan Benedict Cumberbatch dan Tom Hiddleston. Yang terlihat daripada permainan fantastis tuan rumah adalah Moyes gagal menunjukkan permainan standar, atau mereka tidak bermain sama sekali, dari skuat asuhannya. Lesu, tampak bingung, mendung. Bisa jadi juga sudah ada orang di luar sana yang mulai merasakan iritasi kulit karena permainan Man. United sangat terpaku pada umpan sayap.
Terlebih lagi melihat duet Michael Carrick dengan Tom Cleverley. Melihat Carrick-Cleverley bersamaan sejak menit awal seperti membeli tiket ke rumah hantu atau atraksi semacamnya, Anda tahu meski dapat melaluinya tadi selalu ada perasaan was-was. Benar saja, dua gol Olympiakos tercipta dari posisi yang sama, di depan kotak penalti dan tanpa mendapat kesulitan dari dua yang namanya baru disebut. Rasanya buruk, sama buruk ketika melihat muka Anwar Congo. Sepet.
Memang merisaukan dengan adanya kemungkinan terdepak di Liga Champions oleh Olympiakos, mereka sama sekali tidak dianggap sebagai kuda hitam, bahkan mungkin tidak ada yang melihatnya sebagai kuda. Namun jika mindset kita diputar sedikit kekalahan ini hanyalah usaha Moyes menaikkan profil dirinya.
Terakhir kali Man. United mampu membalikkan kekalahan 2-0 di leg pertama dan terus melaju ke ronde selanjutnya di Liga Champions terjadi pada 1984, saat itu bahkan mengalahkan Barcelona (masih diperkuat Diego Maradona). Tentu akan sangat keren bila Moyes bisa mengulang kejadian serupa dan membalikkan keadaan, ejakulasi! Meski lawannya hanya Olympiakos tapi dapat dipastikan menjadi cerita yang menghiasi tajuk utama koran olahraga Inggris di pagi harinya.
Jika ada teman Anda yang mengatakan, "Lebay nyet, lawannya cuma Olympiakos". Jangan ragu untuk membalasnya dengan cerita hebat tentang siklus dari 30 tahun yang lalu. Karang saja sendiri, semakin banyak bumbu semakin bagus. Siapa yang dapat menyalahkan Anda, suporter Man. United terlalu sering dihadapkan pada kenyataan pahit belakangan ini.
Yang justru menarik kekalahan ini berpotensi menjadi cara curang, atau halusnya jalan pintas, Moyes untuk lepas dari tekanan, untuk mendapatkan pengakuan bahwa timnya memiliki DNA "Never Say Die United" yang sama dengan yang dibangun oleh Ferguson. Lalu bagaimana jika gagal? Ternyata Olympiakos justru mendapatkan kemenangan pertama di Old Trafford. Loh, yang seperti itu bukannya sudah biasa. Lagipula ada kesepakatan bersama bahwa Moyes memang pantas ditahbiskan sebagai "Sang Manajer Pemecah Rekor", seperti yang dikatakan Pangeran Siahaan.