Sunday, 15 April 2012

Sensasi Dari Indonesia

Calon Bintang Indonesia
“Mungkin saya perlu jadi pemain bola untuk bisa menjadi WNI,” ujar Chanee. Sudah 14 tahun dia berangkat dari negara asalnya, Perancis, untuk mengabdikan dirinya dalam konservasi primata kecil berhabitat di dalam hutan belantara Kalimantan yang dikenal dengan sebutan Owa. Tidak banyak memang yang mengenal Chanee Brule namun keluhan betapa sulitnya untuk menjadi WNI tersebut yang pertama kali saya dengar saat menghadiri salah satu program di studio Kick Andy dan hingga kini masih melekat dalam ingatan.

Bukan tentang Chanee yang tiba-tiba banting setir menjadi pemain sepakbola tapi ada sebuah catatan disana bahwa pemain sepakbola yang lebih banyak disorot media menjadi warga asing yang digolongkan lebih beruntung dibandingkan dengan warga asing macam Chanee yang perjuangannya terbilang low profile.

Hubungan antara media,sepakbola dan masyarakat Indonesia memang saling bersinergi.Tampaknya jika anda merupakan orang yang sering mondar-mandir di depan televisi, segala hal menjadi mudah bagi anda. Hal itu yang terjadi pada Igbonefo dan Nwokolo, berbanding terbalik dengan Chanee para pemain naturalisasi ini mendapatkan paspor Indonesia dengan jalan lowong seperti kondisi Jakarta saat lebaran.

Media Indonesia sangat senang membuat berita yang asal-usulnya tidak jelas, terlebih jika berhubungan dengan sepakbola yang menjadi konsumsi banyak masyarakat sepakbola akan mereka sikat. Foto yang disangka Diego Michels dan Nikita Willy pun sempat naik terdengar walau terbukti tidak benar.

Kali ini pun begitu. Setelah dahulu sempat membesar-besarkan berita perjalanan punggawa timnas mencapai  final pada SEA Games 2011 dan AFF Cup 2010--bahkan sempat dianggap menjadi salah satu faktor gagal juara--kini media kembali membuat sensasi dari dunia sepakbola Indonesia.

Kali ini sensasi berita tersebut berasal dari bocah berumur 7 tahun asli Indonesia, Tristan Alif Naufal, bakatnya yang diunggah di Youtube menjadi buah bibir yang hangat dibicarakan oleh para masyarakat Republik Sepakbola Indonesia yang begitu mengharapkan sebuah keajaiban untuk singgah di negeri ini dan membawa prestasi bersamanya.

Video Tristan yang menampilkan kepiawaiannya dalam mengolah bola dan mengelabui pemain lawan diiringi dengan musik bertema nasionalis dari Coklat membuat harapan para suporter timnas membumbung tinggi. Tristan yang baru seumur jagung bahkan telah menjadi bintang tamu pada salah satu program televisi Indonesia hingga dilabeli “The New Messi”. Hebohnya video ini bahkan membuat Tristan masuk dalam sebuah artikel di website resmi Liverpool FC.

Tentu tidak salah dengan memiliki rasa bangga terhadap bakat anak bangsa Indonesia. Namun, perlu disadari sepakbola bukanlah olahraga instan. Sepakbola perlu pengasahan bakat yang terus menerus dan kerja keras untuk menjadi pemain sepakbola kelas dunia. Tristan tidak perlu blow up media toh proses menjadi pemain sepakbola bukan seperti menjadi boyband tetapi dia membutuhkan dukungan baik dari orang tua dan segenap pihak yang peduli bukan hanya pada bakat Tristan tapi juga semua generasi muda sepakbola negeri ini.

Pengakuan media tidak akan membawanya kemana-mana dan PSSI pun tidak bisa berdiam diri melihat bakat sebesar Tristan tersia-siakan. Hadirnya Tristan di tengah kisruh PSSI seperti petunjuk dari Tuhan yang memberikan jalan kepada Indonesia. Bahwa sebetulnya Indonesia tidak perlu pusing siapa yang pantas untuk memimpin Indonesia menjadi lebih baik dalam dunia sepakbola. Indonesia, PSSI terlebih lagi, ditunjukkan bahwa masa depan sepakbola Indonesia bukan di tangan para pemimpin organisasi sepakbola terbesar negeri ini melainkan pada bakat tunas muda Garuda.

Pupuk bakat mereka, komitmen untuk merawatnya, bersabar pada proses dan terus mendukung hingga akhirnya kita sendiri yang akan menuai hasil dengan senyum. Kini tampaknya para petinggi PSSI mudah lupa dengan janji akan pembinaan usia muda disertai fasilitas memadai atau liga dengan usia berjangka. Sayang jika ada Tristan kecil lain di luar sana yang mungkin bakatnya tidak terlihat oleh media hingga terbuang begitu saja.

No comments:

Post a Comment