Where I wanna be |
"Orang Italia sangat ahli dengan apa yang mereka lakukan. Bahkan ketika
seorang Italia menjadi tukang sapu mungkin dia merupakan tukang sapu terbaik di
dunia," ingat saya tentang kata-kata ini dari seseorang yang bicara di televisi.
Begitulah kira-kira pendapat orang Eropa sendiri tentang orang Italia.
Mereka memang agak aneh, bicara dengan tangan yang bergerak kesana-kesini, tapi
harus diakui para pemakan pasta ini menggeluti bidang mereka masing-masing dan
menjadi ahli dalam hal tersebut. The Doctor, begitu sebutannya, ujar
Valentino Rossi.
Lalu bagaimana keahlian orang Italia berhubungan dengan sebuah tim di
London Utara? Tidak banyak. Kecuali keadaan kontras antara orang Italia dan
Gareth Bale. Yang satu memilih suatu keahlian untuk terus diasah hingga
kemudian menjadi ahli sedangkan yang lainnya mencoba ini itu hingga akhirnya
lupa mengapa dia sempat (entah masih atau tidak) diberi label wonderkid. Semua bermula di malam Liga
Champions dimana tim underdog Liga Inggris yang melaju dari babak kualifikasi
berhadapan dengan raksasa Italia yang memang seperti sudah menjadi haknya untuk
bermain di liga para juara Eropa. Spurs datang ke Giuseppe Meazza,
mempertemukan Bale dengan Douglas Maicon.
Malam itu berakhir dengan kemenangan bagi Internazionale tetapi keesokan
paginya bukan sebuah kemenangan yang menjadi berita tajuk utama melainkan aksi hattrick dari pemuda Wales membuka mata
dunia tentang seorang pemain berbakat, pemain sayap yang mengerti bagaimana
memaksimalkan permainan terbuka hingga menghempaskan salah satu bek sayap dunia
saat itu, Maicon, seperti memasang mesin V8 di kap mobil VW Beetle, siapa
sangka bisa lari begitu cepat.
Jika anda masih ingat malam itu maka tidak salah bila banyak yang
bernostalgia dengan kenangan di era 90an saat Ryan Giggs merobek lini
perhananan lawan Manchester United di Liga Inggris. Mereka sama-sama bermain di
sektor kiri, sama-sama sebagai pemain sayap (walau Bale awalnya sebagai bek),
sama-sama warga negara Wales, sayangnya Bale bermain di zaman yang menuntut
pemain sayap untuk lebih dari sekedar pemberi umpan—Ya, anda sah untuk
menyalahkan Cristiano Ronaldo. Mengacu pada sepak bola saat ini diharuskan
untuk menjadi pemain yang lebih all-rounder
dibandingkan dengan pemain satu dekade sebelumnya. Bila anda bisa bermain di
sayap kiri maka anda harus bisa juga bermain di sayap kanan, seperti Cristiano
Ronaldo, tambahkan dengan kewajiban
untuk sanggup melakukan cut inside
serta mampu menembak dengan kedua kaki sama kuat, seperti Cristiano Ronaldo
(lagi).
Sayangnya Bale bukanlah CR7. Bale lebih seperti Giggs atau Valencia. Singkatnya,
Bale bukanlah amphibi, dia tidak hidup di dua sayap. Jadi, bila ingin
memaksimalkan peranan Bale tempatkanlah dia di tempat seharusnya. Di musim
2011/2012 dimana Aaron Lennon sempat mengalami cedera dan Bale diberi peranan free-role terkadang di kiri sesekali di
kanan. Hasilnya? Kacau. Spurs merosot hingga akhirnya diungguli oleh Arsenal
dan karena status Chelsea sebagai penyandang juara Eropa membuat anak asuh
‘Arry Redknapp berpuasa dari jatah pemasukan Liga Champions. Namun di balik musibah selalu ada hikmah.
Memasuki musim 2012/2013 Andre Villas-Boas menggantikan King ‘Arry.
Perlahan tapi pasti mantan staff Mourinho ini menyusun potongan puzzle untuk
mengarungi Premier League dengan optimis. Rival Arsenal ini tidak perlu
berjibaku di kompetisi level Liga Champions dan memang seharusnya hanya Liga
Inggris yang patut mereka perhatikan. Bale kembali menjadi andalan. Matchday 11 EPL. Spurs datang ke Etihad
Stadium, mempertemukan Bale dengan Douglas Maicon (sejak pertengahan babak 2).
Oke katakanlah dia tidak benar-benar berhadapan dengan Maicon. Bukan
disitu letak vokal masalahnya melainkan bagaimana cara dia memilih perannya
untuk membantu tim meraih kemenangan. Bermain menggunakan 4-2-3-1 dimana
Emmanuel Adebayor berperan sebagai post
player sangat jelas Villas-Boas membatasi daya jelajah timnya. Dari whoscored.com, persentase ball possesion 68% bagi tuan rumah, Spurs
lebih senang menunggu untuk melakukan serangan balik mematikan. Tidak begitu
kejadiannya. Emmanuel Adebayor tampil sendirian di lini depan. Kerja keras
Adebayor mendapatkan rating 6.93 berbandingan dengan rating pria Wales 6.8. Persentase
operan Spurs? Hanya 65%. Bila ide awalnya menggunakan kedua sayap sebagai
kekuatan utama maka keberhasilan operan Bale dengan 63% dan di sayap kanan
Lennon jauh lebih parah hanya 43% ini artinya Adebayor tidak mendapatkan suplai
yang diinginkan. Sebagai perbandingan David Silva sebagai MoTM dan kebetulan
bermain di sayap memiliki keberhasilan operan 78%. Sayangnya disaat rencana A
ini mulai tidak bekerja kemudian Bale mulai menjelajah ke tengah. Gareth Bale
merupakan definisi kecepatan di Premier League dan seharusnya daya jelajahnya
dibatasi di habitat terbaiknya.
Andai saja Bale bermain selayaknya pemain sayap konservatif.
No comments:
Post a Comment