"Jadi pindah?" "Bebas, gue ngikut aja" |
Berganti masa memang tidak mudah, bagi siapa pun, bagi apa pun, sama
halnya untuk Man. United. Mengarsiteki klub tersukses di Inggris ini bukan
seperti mengganti baterai habis. Satu orang Skotlandia tidak sama dengan orang
Skotlandia lainnya. David Moyes “naik jabatan”. Dari seorang kandidat suksesor
menjadi pemangku jabatan baru yang meneruskan kiprah Ferguson, setidaknya
begitu rencananya.
Tapi nyatanya tidak semudah itu. Semasa jabatannya di Everton memang
beberapa kali Moyes menjadi musuh yang sulit ditaklukkan oleh Man. United di
Goodison Park. Hanya saja curriculum vitae sependek itu bisa jadi, belum cukup,
hal inilah yang ditakutkan oleh suporter, pendukung, penggemar The Red Devils.
Toh Moyes memang belum pernah juara apa pun, beda halnya dengan Ferguson kala
menginjakkan kaki di Manchester.
Entah keputusan Ferguson menunjuk Moyes benar atau salah, adalah
pertanyaan yang sulit, sukar dijawab, bahkan diterawang oleh Mama Lauren sekali
pun. Jika dinilai dari setengah musim pertamanya tentu saja jawabannya mantan
pemain Glasgow Celtic itu orang yang salah, Old Trafford yang diagung-agungkan menjadi
Teater Mimpi Buruk. Namun, saya bosan bicara tentang itu, apabila Anda mencari
jawaban, saya punya untuk sementara ini. Bilang saja, “Sir Alex juga ngga
langsung sukses kali!”. Padahal kita tahu kondisi saat itu dan ini jauh
berbeda, berdoa saja lawan bicara Anda bukan penggemar sejarah sepak bola.
Ini yang coba saya tulis, saya adalah penggemar Man. United walau harus
diakui bukan yang paling fanatik. Bagi saya sepak bola terlalu indah untuk
ditujukan pada satu klub saja, apalagi yang berada nun jauh di sana. Bukan
berarti saya tidak peduli dengan keterpurukan Manchester Merah itu: terancam
tidak bermain di Liga Champions musim depan, pertahanannya yang rapuh, bersaing
dengan klub yang biasa berada di papan tengah seperti Newcastle United, Everton, Tottenham Hotspur (dengan Tim Sherwood, yang baru beberapa pertandingan menjadi manajer), dan kalah empat kali di
Old Trafford pada setengah musim tidak bisa dibilang pengalaman untuk dikenang.
Hanya saja, ada hikmah di balik setiap kejadian. Oke, yang barusan itu klise
tapi lihat dari sudut pandang ini.
Anda telah dimanjakan oleh Sir Alex. Tidak pernah keluar dari tiga besar
sepanjang perjalanan Premier League, curang menurut teman-teman Anda yang
pendukung Liverpool. Boleh dibilang seperti memakai gameshark. Meski ada kalanya di awal musim terombang-ambing tapi
dalam hati Anda selalu ada rasa nyaman, dari kepastian bahwa Anda percaya Sir
Alex mampu dan tidak akan mengecewakan Anda. Well, tidak ada lagi Sir Alex. Tidak ada lagi jaminan prestasi.
Apabila Manchester United adalah Sir Alex, maka yang kita tonton setiap pekan
di 2013/2014 ini apa? Ini juga Manchester United, yang lebih asik. Lebih gila.
Yang bukan membuat Anda berdecak kagum tapi berteriak kesal. “aduh” “yaelah” “kok
gitu dah” “EVRA!”, dan lain-lain.
Bila sebelumnya Anda menantikan menit-menit akhir sebagai Fergie Time saya yakin kini Anda menjadi was-was ketika Moyes Time tiba.
Daripada menyesali Anda memilih merah sebagai warna Anda, ada cara lain
yang lebih mudah. Jangan dilawan. Enam kemenangan berturut-turut bukanlah
apa-apa, dulu, manisnya tiga poin hanya dibicarakan ketika melawan empat-lima
tim teratas, dulu, tapi kini berhadapan dengan Hull City sudah bisa membuat
Anda olahraga jantung. Anda tidak lagi dihibur secara Hollywood dengan happy ending-nya, selamat datang di
festival film indie komunitas film pendek antar mahasiswa, yang di dalamnya ada
selipan, “idenya bagus nih tapi …”
Anda dihadapkan pada proses, bukan lagi hasil akhir. Anda belum
terlambat, lihat proses Adnan Januzaj sebuah bakat bersinar Eropa yang harus
bertranformasi dalam tim terpuruk ini, lihat perjalanan karier Shinji Kagawa yang
tampil terbatas di tim terpuruk ini, Wayne Rooney yang berkorban menekan egonya
dan lebih banyak bermain jemput bola demi tim terpuruk ini, Robin van Persie
yang kini mulai cedera di tim terpuruk ini. Catat semua hal-hal yang tidak buruk
itu dan rayakan semua kesuksesan kecilnya, cetak gol melawan Newcastle sama
manisnya melawan Liverpool, melewati posisi Spurs sama bagusnya menghadapi
Chelsea. Semua yang kecil ini menjadi besar sekarang.
Musim yang mengecewakan? Tidak juga. Setiap pekan menjadi pertandingan
besar yang pantas dinantikan. Kesalahan apa lagi yang dibuat Jonny Evans Cs. di
belakang, masihkah David Moyes ragu memasangkan Kagawa sebagai playmaker, kapan
Wilfried Zaha turun sebagai starter, apa jalan keluar yang bisa membuat semua
potensi pemain ini menjadi poin-poin berhadiah tiket Liga Champions, semua
lelucon ini begitu buruk hingga akhirnya menjadi lucu, pantas ditertawakan.
Musim yang menghadirkan senyum tawa, ya, itu dia.
No comments:
Post a Comment