Tuesday, 28 October 2014

Halloween Biru-Merah di Old Trafford

Dunia merayakan bulan Oktober dengan Halloween. Oke, mungkin bukan hanya Halloween, ada juga Oktoberfest di bulan ini, tapi pesta menegak bir itu kurang cocok untuk apa yang ada di bawah ini. Perayaan Halloween di Old Trafford.

Jika Anda melewatkannya, pada akhir pekan lalu ada keriaan berbau hal-hal seram saat tim tandang terbaik hingga pekan kedelapan Premier League, Chelsea, bertamu ke markas dari Manchester United.

Seperti yang sudah disebutkan, Chelsea adalah tim tandang terbaik. Tamu paling kejam. Dari empat kali berkunjung ke rumah orang, the Blues sukses menggebuk tuan rumah tiga kali. Mereka bahkan hampir mengalahkan juara bertahan di Etihad, bila bukan karena gol penyelamat Frank Lampard di menit-menit akhir. Memang, belakangan Si Biru agak tidak sopan.

Berbanding terbalik, Man. United bukan tim yang unggul dari segi apapun. Bukan tim terbaik saat tampil di kandang, bukan tim paling jarang kebobolan, bukan juga yang paling agresif. Mereka, ya, Man. United, nama besar di Premier League yang tengah mencoba bangkit setelah mimpi buruk musim lalu.

Dan, dimulailah acaranya.

Sejak para tamu-tamu mencoba datang ke Manchester, rombongan dari London, sudah dipersulit. Jadwal kereta kacau balau karena ada perbaikan jalur secara mendadak. Beberapa bahkan gagal melawat ke stadion yang sejak berdiri sudah tua tersebut.

Itu baru awal, jalannya babak pertama membuat Red Army sering-sering baca doa. Saat kesempatan emas, dari Van Persie Si Robin, iya impiannya sejak kecil menjadi sidekick, di menit ke-23 misalnya, dengan aman dihalau Courtois Si Tembok. Padahal saat itu sang penyerang berdiri bebas tanpa penjagaan ketat bek Chelsea.

Lalu, ada pula kecerobohan barisan belakang Man. United yang tingkat santai memainkan operan di daerah pertahanan sendirinya selevel dengan korban-korban film horor yang entah kenapa justru lebih sering berjalan memasuki perangkap dari antagonis, mengundang celaka bagi dirinya sendiri.

Didier Si Muka Seram, yang di pesta kali ini menggunakan topeng mukanya sendiri, dan Eden Si Anak Surga, yang memakai kostum segitiga lengkap dengan tanda seru menandakan bahaya di dalamnya, membuat jantung pendukung the Red Devils olahraga cukup berat di babak pertama.

Baru bisa bernafas lega ketika pertunjukkan memasuki jeda, penonton tuan rumah kembali dibuat berkeringat dingin.

Bagaimana tidak, Didier yang sejak babak pertama menjadi momok akhirnya sukses membuat pendukung Man. United menutupi muka mereka. Buruk, bukan muka penyerang dari Pantai Gading itu, pertahanan sepak pojok yang buruk membuat Chelsea unggul, 1-0.

Tidak berhenti di situ, pertahanan Man. United terus dibombardir. Saat pendukung Setan Merah mulai gigit jari karena serangan pasukan Van Gaal Si Kepala Abnormal bermain setumpul terong belanda. Di sinilah Mourinho Si Spesial, di mana ia dengan cemerlangnya mengenakan nametag bertuliskan martabak, memainkan peranannya.

Diawali pesan tersembunyi dari Mourinho kepada Ivanovic Si Serbia Gila, bek asal...Serbia, itu menggunakan kekuatan pikirannya untuk mendorong Di Maria Si Malaikat, lengkap dengan ornamen sayap kecil di punggungnya, untuk terjatuh.

Tentu, hal tersebut ilegal. Peraturan Premier League jelas tidak membolehkan aksi psikis. Maka, Ivanovic harus keluar dari lapangan lebih dulu dan situasi ini menjadi momen kunci bagi Man. United,

Seperti kita tahu, pelanggaran berakibat sepakan bebas di menit-menit akhir itu berakhir dengan gol penyeimbang. Tepat pada tarikan nafas terakhir Van Persie mencetak gol dengan menghujam bola sekeras-kerasnya. 1-1! Lupa diri pria asal Belanda itu kemudian pamer dada kemana-mana. Langkah yang disebut "bodoh" oleh Van Gaal. Siapa pula yang mau melihat pentilnya ereksi.

Kemudian, saat peluit panjang berbunyi Mourinho mendatangi Van Gaal. "Sukes bos, pada ketipu," bisik pria asal Portugal itu.

It turns out, they tricked us to treat us. Happy Halloween
!

Thursday, 23 October 2014

Bertemu Si Gendut, Doni

Saya suka sepak bola, tapi untuk urusan ISL, para pemain-pemain lokal, baru satu dua tahun terakhir ini saya mulai menaruh perhatian lebih banyak.

Berbeda dengan muka-muka para pesepak bola di liga-liga besar Eropa, yang kebanyakan sudah saya hafal sejak berada di bangku SD. Tapi, jangan tanya bila bicara pesepak bola Indonesia. Pemain timnas pun belum tentu saya hafal semua, saat itu.

Sebagai Pamulang born-and-bred saya dekat dengan yang namanya Persita. Kebetulan saya bersekolah tidak jauh dari rumah, masih di daerah Kabupaten Tangerang, dan beberapa dari teman-teman saya lebih dari sekali membawa-bawa syal berwarna ungu kebangaan Viola. Untuk apa? Ya, atribut meramaikan di lapangan. Hiburan bagi mereka sepulang sekolah.

Meski saya tidak mengikuti liga Indonesia, tapi sesekali saya ingin tahu kondisi terkini dari Persita. Dan bila bicara soal Persita, hampir dapat dipastikan kata selanjutnya yang terpikir adalah rival terdekat, Persikota. Sama-sama Tangerang.

Ada dua hal yang masih lekat dalam ingatan saya soal Persikota, Gendut Doni, sang penyerang, dan ejekan dari Persita untuk si "anak kota": "Kuning kuning tai, kuning kuning tai. Kuning, kuning tai..."

Bagaimana saya bisa melupakan seorang pesepak bola yang nama depannya Gendut? Terlebih lagi badannya sama sekali tidak mencerminkan namanya. Itu pun menjadi satu-satunya hal yang saya tahu dari pria kelahiran Salatiga tersebut. Sampai seminggu yang lalu.

Saya mendapat kesempatan untuk mewawancarainya, Gendut Doni. Terima kasih kepada masa-masa magang, sebelumnya saya pernah mewawancarai pemilik restoran, sosok dalam gerakan kepemudaan, bahkan sutradara film pendek, tapi baru sekali saya bertemu tatap muka dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada pesepak bola.

Mulai dari berbalas pesan singkat, pendek kata akhirnya momen yang direncanakan pun terwujud.

Betapa jauh panggang dari api ketika Gendut Doni menyapa dengan murah senyum, ia ternyata begitu antusias untuk membagikan cerita-cerita dari pengalamannya dulu sebagai pesepak bola yang pernah membela timnas, setelah kini berstatus PNS di Disperindag Tangerang.

Sekitar satu jam saya menghabiskan waktu, dalam wawancara beberapa kali ia mengeluarkan hp-nya untuk menunjukkan foto-foto lama, bersama Bepe, Kurniawan, semasa lulusan Diklat Salatiga itu menjadi pemain timnas.

Obrolan kami ngalor ngidul, mulai dari bagaimana tanggapannya tentang kegagalan timnas U-19 di Myanmar, kesulitan yang akan dihadapan dari pemain muda saat beranjak menjadi pemain profesional, lalu alasan mengapa ia sangat mudah berganti-ganti klub hingga latar belakang keluarganya dimana Gendut Doni memiliki dua kakak laki-laki yang juga pesepak bola, sekali lagi ia mengeluarkan hp-nya dan mencari foto untuk ditunjukkan. Semua dibahas.

Akan tetapi, ada satu pertanyaan yang begitu mengganjal benak saya dan akhirnya sukses terjawab! Darimana asal nama Gendut Doni. Mengapa pula Gendut?

Ternyata, hal tersebut bukan keinginannya, tentu, bukan juga keinginan orang tuanya, yang ini juga benar, adalah sang kakek yang memberikan kata Gendut di depan namanya.

Mengapa? Kebudayaan Jawa mengajarkan jika seorang anak kerap sakit-sakitan ada baiknya mengubah, secara keseluruhan atau dalam hal Doni menambahkan namanya, sehingga nasib baik mendatangi si anak dan mengusir aura buruk.

"Dulunya aku sering sakit-sakitan pas kecil, aku punya kayak asma terus paru-paru basah juga. Terus sama kakek....disuruh ganti nama. Terus dikasih nama itu, gendut. Gendut. Ditambahin Gendut," dengan nada yang menyiratkan ia juga bingung inspirasi sang kakek darimana datangnya.

Namun demikian, Gendut Doni turut bersyukur. Ia menganggap namanya benar-benar sebagai pembawa keberuntungan. Mulai dari kesembuhan penyakitnya, kemudahannya mencari klub di liga Indonesia dan terpanggil untuk membela timnas, baginya dikarenakan pengaruh dari "kegendutan"-nya.

"Bawa hoki," ujarnya.

Memang, namanya juga Indonesia, banyak hal-hal ajaib di sini. Ajaib, untuk namanya Gendut Doni. Ajaib, untuk si kakek yang terpikir memberi nama Gendut. Kini, si cucu, setelah gantung sepatu, pun benar-benar jadi gendut.

Saturday, 18 October 2014

Sambutan untuk Irfan Bachdim di J-League

Saya selalu tertarik dengan sepak bola Jepang, dan itu artinya juga kepada J-League, terlebih lagi setelah Irfan Bachdim sebagai salah satu penggawa tim nasional Indonesia hijrah ke sana untuk membela Ventforet Kofu.

Ini adalah terjemahan wawancara yang dilakukan salah satu media yang khusus membahas sepak bola Jepang dalam bentuk publikasi e-magz. Terima kasih kepada JSoccer Magazine (thanks Alan!) yang sudah berbagi gratisan dari edisi ke-11 mereka, dan membahas Irfan, dan menjadikan fotonya sebagai cover, DAN ucapan selamat datangnya dalam bahasa Indonesia.

Mereka menjadi media pertama yang mewawancarai Irfan saat sampai di Jepang.

Optimisme terlihat dari Bachdim, jauh sebelum kenyataannya ia belum juga dimainkan oleh klub hingga pekan ke-28, saat saya menerjemahkan wawancara ini, dan semoga ia sanggup mendapatkan debut sebelum J-League 2014 berakhir!

JSoccer (JS): Selamat datang ke Jepang. Selamat datang ke J-League. Kedatangan Anda menjadi berita yang cukup besar di negara asal Anda, Indonesia. Dan, tentu, J-League, dan Ventforet Kofu khususnya akan berharap sebagian dari penggemar Anda mengikuti kabar ini dan mulai mengikuti bahkan menyukai J-League dengan adanya kesepakatan baru yang dibuat J-League di Indonesia.

Irfan Bachdim (IB): Terima kasih, saya merasa bangga bisa bermain di sini mewujudkan mimpi bermain di level tertinggi sepak bola di Asia.

JS: Ceritakan kepada kami bagaimana Anda bisa sampai berada di Ventforet Kofu...

IB: Direktur Pemasaran Luar Negeri di Chonburi, Atsuo Ogura, bertanya apakah saya tertarik dengan peminat dari klub-klub Jepang dan melakukan uji coba. Saya, tentu saja, membalas, bahwa saya tertarik untuk melakukannya dan saya dihubungkan dengan perwakilan J-League, Kei Koyama dan di sinilah saya. Begitu ceritanya, berawal dari hal yang kecil.

JS: Apa target Anda untuk musim ini di Jepang?

IB: Awalnya saya hanya ingin bermain sebanyak mungkin, dan kita lihat dari sana.

JS: Bagaimana rasanya dalam waktu yang sebentar di Ventforet bagi Anda?

IB: Sejauh ini semua berjalan sangat bagus di Kofu. Saya kagum dengan klub ini dan, tentu, kotanya yang indah. Klub ini punya dasar yang bagus dan beberapa pemain bagus.

JS: Apa yang Anda tahu tentang sepak bola Jepang?

IB: Saya tahu sepak bola Jepang yang terbaik di Asia dan pertandingannya dimainkan dengan tempo yang tinggi. Seperti yang saya sukai, jadi saya tidak sabar bermain di J1!

JS: Bagaimana Anda membandingkan Jepang dengan Thailand, dan sepak bola Indonesia, dari segi teknik, latihan?

IB: Semua hal di Jepang jauh lebih profesional dibandingkan di Indonesia atau Thailand. Dari manajemen sampai ke pemain. Dan para pemain, tentu, punya teknik yang hebat, begitu juga dengan daya tahan dan stamina.

JS: Momen terindah Anda di Chonburi?

IB: Sayangnya saya tidak punya momen terindah di Chonburi. Itu bukan musim yang bagus bagi tim atau saya. Musim tanpa trofi!

JS: Jadi, apa yang salah di Chonburi?

IB: Saya rasa saya menyalahkan diri saya sendiri karena masa-masa sulit di Chonburi. Saya tidak menikmati sesi latihan. Secara mental, jujur saja, saya tidak senang. Tapi tentu saya harus melupakannya dan saya telah belajar dari pengalaman.

JS: Seberapa mendukung Chonburi dalam membantu Anda pindah ke Jepang?

IB: Chonburi sangat mendukung kepindahan saya. Mereka tahu seberapa besar saya menginginkan ini untuk terjadi. Jadi saya berterima kasih mereka membiarkan saya pergi.

JS: Apakah Anda punya pesan untuk pendukung Ventforet Kofu ...

IB: Saya harus berterima kaish atas dukungan menakjubkan dari pendukung Ventforet Kofu dan sambutan yang sangat hanya. Saya harap kami memiliki musim yang hebat. Saya harap saya bisa sering bermain dan menginspirasi para suporter dengan semangat saya. Saya tidak sabar memulai musim ini.

JS: ... dan untuk para penggemar Chonburi?

IB: Saya ingin berterima kasih kepada seluruh staff dan pemain di Chonburi FC, tapi khususnya terima kasih kepada para suporter. Mereka hebat dan saya tidak akan melupakan mereka selamanya!

Tentu, JSoccer Magazine tidak hanya membahas Irfan pada edisi ini, untuk lihat yang lain-lain cek di sini. Cuma $3!

Oh iya, bila tertarik untuk tahu lebih banyak tentang Irfan ketika masih membela Chonburi FC di Thailand, bisa juga dicek wawancara lainnya dengan Thai-Fussball.

Wednesday, 8 October 2014

De Gea: Dari Krispy Kreme Hingga Petr Cech

Satu, dua, tiga, empat penyelamatan dilakukan David De Gea saat Manchester United menjamu Everton di Old Trafford.

De Gea memang tidak mendapatkan clean sheet, ia juga tidak mendapatkan gelar Man of The Match di matchday Premier League ketujuh. Namun, aksi-aksinya di laga tersebut menyelamatkan tiga poin bagi tim asuhan Louis van Gaal. Kini Man. United menempati peringkat empat besar di klasemen sementara.

Sejak awal laga kemungkinan Man. United untuk tidak kebobolan memang kecil, satu-satunya pertandingan musim ini di mana the Red Devils mendapatkan clean sheet terjadi ketika bertandang ke Burnley. Bisa dibayangkan bila mereka harus menghadapi Everton, yang hingga pekan keenam hanya kalah agresif dari Chelsea (19) dan menghasilkan sama banyak gol dengan Manchester City (12).

Hingga peluit panjang ditiup, Everton melepaskan enam tembakan ke arah gawang. Salah satunya, dan momen terpenting, ketika De Gea sukses menghalau sepakan 12 pas dari Leighton Baines, yang sebelum pertandingan ini sukses mencatatkan 14 gol dari titik putih secara berturut-turut.

Tidak ayal Daily Mail menuliskan, "stellar performance against Everton". Diikuti oleh Daily Mirror yang memasukkan nama De Gea dalam Premier League XI pekan ini. Pujian juga dilontarkan the Guardian, "he is in the finest form of his career." Media-media asal Spanyol juga tidak turut ketinggalan, tengok saja salah satunya saat Marca menampilkan "De Gea's heroics". Semua kompak mengacungkan jempol bagi kiper berusia 23 tahun tersebut.

Padahal tiga musim yang lalu De Gea begitu dibebani dengan tekanan sebagai kiper termahal Premier League dengan 18 juta Pound dan yang terutama menggantikan posisi Edwin van der Sar.

Dalam laga-laga awal performa juara Piala Eropa U-17 dan U-21 itu juga tidak membantu. Ia buruk dalam menentukan timing loncat, bola-bola dari luar kotak penalti Man. United pun masuk dengan mudah. Belum lagi masalah fisiknya. Badannya dianggap terlalu kurus dalam persaingan Premier League yang sangat mengandalkan fisik sehingga membuatnya sering kalah dalam memperebutkan bola di udara.

Kritikan mengalir deras, membuat tekanan yang begitu besar dan niat untuk menyerah sempat terlintas di benak De Gea. "Kadang-kadang" jawabnya tentang apakah ia pernah ingin meninggalkan Man. United. Beruntung ia mengurungkan niat tersebut.

De Donut
Di tengah keraguan apakah De Gea benar-benar bakat yang menjanjikan atau justru menjadi flop ketika datang dari Ateltico Madrid, sang kiper juga punya gaya hidup yang kurang mendukung.

"Ia hanya tidur dua atau tiga jam sehari. Jam makan utamanya pada larut malam," kata mantan pelatih penjaga gawang Man. United, Eric Steele, soal De Gea dalam United We Stand.

De Gea juga sempat tertangkap basah mengutil dari Tesco. Di tengah kritik sebagai kiper baru Man. United, ia bersama dua teman dari Spanyol terlihat di CCTV mengambil donat secara diam-diam dari rak jualan Krispy Kreme dan berusaha pergi tanpa membayar. Sebelum akhirnya diberhentikan oleh pihak keamanan.

Namun nasib baik kemudian datang pada kiper kelahiran Madrid itu. De Gea mulai fokus untuk memperbaiki performanya, terutama aspek fisik. Steele membuatnya berlatih berjam-jam di gim, hal yang tidak disukai si penjaga gawang tapi ia sadar semua bagian dari pekerjaan.

Perlahan tapi pasti De Gea mengukuhkan dirinya sebagai pemain favorit Red Army. Ia menjadi bagian penting dalam trofi Premier League terakhir persembahan Sir Alex Ferguson, sehingga pantas masuk ke Tim Terbaik Premier League 2012/2013. Performanya terus meningkat, terlebih lagi dalam musim lalu.

Di tengah-tengah buruknya performa Wayne Rooney dan kawan-kawan di bawah arahan David Moyes, kiper kedua timnas Spanyol itu dibuat bekerja keras mengamankan gawangnya. Tapi, De Gea berhasil. Setelah melewati musim pertamanya di mana ia mendapat tekanan untuk membuktikan diri, di musim kedua ia sukses menjawab harapan untuk menggantikan van Der Sar, maka di musim ketiga ia sukses merebut hati para pendukung Man. United. Tidak heran ia mendapatkan dua gelar sebagai Pemain Terbaik versi klub, dan versi suporter Man. United di 2013/2014.

Berganti manajer tidak kemudian membuat De Gea mengendurkan fokus. Justru bersama staff pelatih baru di bawah Van Gaal, De Gea terus berkembang. Khususnya pelatih kiper, Frans Hoek. Sosok yang juga menangani Van Der Sar ketika masih bermain untuk Ajax Amsterdam di era 1990-an.

"Salah satu pelatih terbaik yang pernah saya lihat," puji De Gea dalam Daily Mail.

Memang sejauh ini penempatan posisi De Gea terlihat lebih baik. Atau, lebih tepatnya "terlihat mengkhawatirkan" bagi Andres Lindegaard yang tampaknya tidak memiliki kesempatan menggeser kiper utama Man. United. Dan bila Petr Cech turut memberikan komentar positif, agaknya kita juga harus mengangguk pada tweet Mr. Zero yang satu ini.

"Some people will still say that the keepers shouldn't use the opposite hand :-) what about this ..." tulisnya, lengkap dengan emoticon.

Berawal dari keraguan, De Gea sukses membalikkannya menjadi kepercayaan, juga pujian. Setelah membuat jejak di level klub. Tujuan selanjutnya untuk menggeser Iker Casillas di level internasional bukan lagi misi yang mustahil.

Wednesday, 1 October 2014

Siapa Sih: Daley Sinkgraven

Ada sensasi baru di lini depan Heerenveen.

**

Tampil di hadapan pendukung sendiri Heerenveen tidak diunggulkan melawan PSV Eindhoven, Minggu (28/9). Tapi, yang terjadi justru berbeda.

Dari sedikit kesempatan yang didapatkan tuan rumah. Sinkgraven mengisi posisi yang tepat di menit ke-78, ia lepas dari penjagaan lini belakang PSV. Usianya masih muda tapi ia tidak terburu-buru, dengan tenang ia menggiring bola masuk ke kotak penalti untuk memastikan tendangannya tidak melambung ke atas mistar gawang dan melalui sepakan keras ia mencatatkan namanya ke daftar pencetak gol.

Sinkgraven menjadi satu-satunya pencetak gol di pertandingan tersebut. Membuat PSV kehilangan keunggulan poin mereka di puncak klasemen Eredivisie.

**

Ia jelas tidak akan berkontribusi layaknya Alfred Finnbogason, yang menjadi pencetak gol utama Heerenveen sekaligus menggeser Graziano Pelle dari daftar penyerang tersubur di Eredivisie musim lalu, dan masih terlalu dini untuk menyandingkannya dengan para mantan pemain lain yang telah lebih dulu dikenal pada level internasional.

Seperti yang sudah-sudah, Heerenveen punya caranya tersendiri untuk menghasilkan pemain. Yang satu pergi, lalu muncul kembali penggantinya pada musim berikutnya.

Sebut saja: Abe Lenstra, Klaas-Jan Huntelaar, Ruud van Nistelrooy, Jon Dahl Tomasson, Georgios Samaras, Daryl Janmaat, Michael Bradley lalu Miralem Sulejmani, Viktor Elm, Lasse Schoene, Christian Grindheim dan musim lalu, Finnbogason. Semua pernah membela klub Friesland ini.

Begitu juga yang terjadi pada Sinkgraven. Pelatih musim lalu, Marco van Basten, memberikannya kepercayaan di separuh musim setelah menggantikan Magnus Eikrem yang hengkang di jendela transfer musim dingin.

Sinkgraven menghabiskan 17 pertandingan bersama Heerenveen dari 18 Januari sampai 7 Mei dalam berbagai posisi di sektor tengah. Van Basten kemudian meninggalkan klub tersebut, tapi beruntung penggantinya, Dwight Lodeweges, tidak mengubah kebijakan untuk menaruh kepercayaan para pesepak bola berusia 19 tahun itu.

Di bawah arahan Lodeweges, Sinkgraven mendapat peran yang lebih spesifik sebagai pengatur serangan dan sejauh ini di musim 2014/2015 ia semakin menjadi-jadi dalam menunjukkan bakatnya sebagai produk terbaru akademi Heerenveen.

Untuk perbandingan, musim lalu ia tampil sebagai pemain pengganti pada 10 dari 17 laga, menghasilkan 19 kesempatan bagi rekan-rekannya. Catatan itu akan dilampaui dengan mudah mengingat musim ini ia selalu tampil sejak menit pertama, enam dari enam laga, dan sudah membuat 13 kesempatan bagi rekan-rekannya.

Dari jumlah operan pun terlihat Sinkgraven kini menjadi jantung permainan Heerenveen. Jika musim lalu ia menciptakan rataan 15 operan per laga, sekarang sanggup mencapai 41 setiap pertandingan.

Permainannya yang kini lebih agresif karena penempatan posisinya di sepertiga daerah serangan sudah berbuah dua gol, dan dari banyaknya pertandingan yang masih akan dimainkan jumlah itu kemungkinan besar dapat bertambah.

Memang, performa Sinkgraven masih inkonsisten tapi bila semua berjalan lancar maka pemain kelahiran Assen ini dalam beberapa musim ke depan menjadi Sinkgraven yang namanya dikaitkan dengan klub-klub Premier League.

Atau Barcelona, klub impiannya.

Atau Premier League. I'd like to put him in my FPL team and say, "I knew him before he was cool." Ha.