Tuesday, 3 March 2015

Tips FPL [Gameweek 28]: Perbandingan Duo London

"Sejak 2015, Kane telah mengumpulkan sembilan gol dan tiga asis, lampu hijau masih menyala bagi penyerang berusia 21 tahun. "
Dalam jeda Gameweek 27 dan 28 yang selebar jalanan Dago Pojok di hari kuliah, para manajer akan sibuk mencari pemain Tottenham Hotspur dan Queens Park Rangers untuk dijadikan andalan Fantasy Premier League.

Lumrah untuk mencari pemain dari duo London tersebut mengingat Spurs dan QPR harus bermain dua kali di GW 28. Mengisi jatah dua dari tiga pemain lini depan dengan Kane dan Austin tampaknya menjadi pilihan populer untuk dilakukan.

Benarkah?

Betul bahwa kedua pemain punya kesempatan mendapatkan poin lebih banyak dari jumlah pertandingan mereka, tapi bagaimana dengan performa Kane dan Austin. Sejak 2015, Kane telah mengumpulkan sembilan gol dan tiga asis, lampu hijau masih menyala bagi penyerang berusia 21 tahun. Namun bagi Austin nyalanya lampu mulai berubah menjadi kuning.

Austin yang menyumbangkan 12 gol sebagai ujung tombak QPR pada paruh musim mulai mengalami seret gol. Dari enam pertandingan Premier League di 2015 yang dilakoninya, penyerang bernomor punggung sembilan itu baru mencetak dua gol.

Pertandingan pilihan
Southampton akan menjamu Crystal Palace di GW 28. Akankah the Saints bangkit? Atau Alan Pardew sanggup meneruskan performa tandang sebelumnya ketika meraih poin maksimal di Upton Park?

Ronald Koeman yang bereksperimen di GW 27 dengan menerapkan 5-3-2 untuk menjadikan Clyne dan Bertrand sebagai wing back mendapat pengalaman berharga dengan kekalahan 0-1 dari WBA. Ketika tim asuhan manajer asal Belanda kembali memainkan 4-2-3-1 momentum pertandingan sudah terlambat untuk menyamakan kedudukan dengan tuan rumah.

Bila Southampton sanggup mengembalikan agresivitas, maka laga menjamu Palace dapat mempertontonkan jual beli serangan yang cukup menarik. The Saints dengan rekor gol kebobolan paling sedikit musim ini menghadapi the Eagles yang tampil lebih ofensif sejak ditangani Pardew.

Atau ada "derby London" QPR dan Spurs yang boleh diintip.

Boleh nih
Harry Kane - Pemain yang dibanderol dengan harga 6,2 ini mencatatkan nilai performa 10 dalam 30 hari terakhir di FPL. Dengan angka 10 itu, artinya Kane yang terbaik se-FPL saat ini.

Sadio Mane - Belakangan melihat permainan Graziano Pelle suka bikin sakit hati. Maka beralihlah kepada Mane yang mulai digeser ke depan. Tidak ada alasan khusus.

Philippe Coutinho - Sebagai penampil terbaik Liverpool saat ini dengan nilai performa 6, Coutinho berkesempatan besar menambah pundi-pundi golnya saat menjamu Burnley yang selalu kebobolan dalam 11 pertandingan terakhir.

Kapten
Harry Kane - tenouttaten! Masa masih butuh alasan lain.

Friday, 27 February 2015

Tips FPL [Gameweek 27]: Cari Poin dari Gol di Anfield

"Skrtel, Moreno, dan Clichy dapat dikesampingkan dahulu. Sementara kondisi ini menjadi kabar baik bagi Aguero, Silva, Sterling, Coutinho dan Sturridge."
Fantasy Premier League di Gameweek 27 tidak menyertakan Tottenham Hotspur dan Chelsea, dengan Liverpool menghadapi Manchester City dan Arsenal menjamu Everton sebagai menu utama.

Harus diwaspadai empat tim; Chelsea, Tottenham, Queens Park Rangers dan Leicester City , tidak bermain pekan ini. Artinya nasib buruk bagi kalian yang memiliki Ivanovic, Terry, Eriksen, Kane dan Austin dalam satu tim.

Kehilangan Kane, yang saat ini pemain paling populer dengan menjadi pilihan dari 46% manajer FPL, rasanya memang agak sepet. Sekaligus menjadi bahan yang menarik untuk mencari pengganti yang tepat bagi penyerang Tottenham itu.

Juga disayangkan kita tidak dapat memasang Ivanovic (135 poin) yang memimpin perolehan poin pemain belakang dengan keunggulan yang cukup jauh dari pesaing terdekat Terry (120). Padahal bek asal Serbia tengah panas dengan mencetak dua gol dari tiga GW terakhir.

Mencari pengganti dari dua pemain di atas tidak semudah itu, namun bukan berarti pilihannya terbatas.

Pertandingan pilihan  
Bila ada daftar laga yang wajib disaksikan dalam GW ini, maka pertemuan Liverpool dan Man. City akan berada di puncak. Pekan lalu kedua tim sama-sama mendapatkan clean sheet, tapi jangan berharap banyak hal itu dapat terulang di GW 27. Dan ini bukan bicara soal penampilan the Reds dan the Citizens yang mengecewakan di Eropa.

Dari tujuh pertemuan terakhir the Reds dan the Citizens di seluruh kompetisi selalu terjadi gol. Jumlahnya tidak minim, mencapai rataan di atas 2,5 gol per pertandingan. Terakhir kali mereka mendapatkan clean sheet atas lawannya terjadi di 11 Januari 2012 ketika Liverpool menang 1-0 di Etihad dalam Piala Liga.

Maka lebih baik untuk menghindari memasang pemain belakang dari salah satu tim seperti, Skrtel, Moreno, dan Clichy dapat dikesampingkan dahulu. Sementara kondisi ini menjadi kabar baik bagi Aguero, Silva, Sterling, Coutinho dan Sturridge.

Meski pertemuan akan dilangsungkan di Anfield duet Aguero dan Silva tetap dapat diandalkan oleh para manajer. Dari empat pertandingan terakhir, Aguero sukses mencatatkan 30 poin dan Silva dengan 31 poin. Dari kubu tuan rumah, Coutinho meraih poin paling banyak sepanjang bulan ini dengan 24 poin dan Sterling menyusul dengan 21 poin.

Boleh nih
Kieran Trippier - Mencari bek yang dapat menyumbang poin dari asis? Bila Baines yang bertandang ke Emirates tampak sulit mendapatkannya, maka Trippier muncul sebagai alternatif. Ia memberikan tiga asis dari lima laga terakhir Burnley. 

Papiss Cisse - Newcastle berpotensi mendapatkan poin maksimal menghadapi Aston Villa yang selalu kalah pada lima laga tandang terakhir. Cisse dengan harga 5,4 yang merupakan penyerang paling berbahaya Magpies (10 gol) pun berpotensi menambah pundi-pundi golnya.

Sergio Aguero - Dari delapan pertandingan yang telah dilalui Kun melawan tujuh besar Premier League, ia mencetak tujuh gol dan tiga asis. Tanda bahaya bagi bek Liverpool.

Tahan dulu
Per Mertesacker - Bila Anda mencari pemain Arsenal dengan clean sheet terbanyak maka nama bek Jerman ini akan muncul (8 kali). Tapi melihat penampilannya menghadapi Monaco agaknya harus dipikir-pikir ulang karena Everton sebagai lawan punya potensi bahaya di lini depan.

Wayne Rooney - Ya, benar, Rooney mulai kembali dipercayai oleh Van Gaal untuk kembali mengisi posisi penyerang setelah Falcao mengecewakan dan Van Persie cedera, tapi ia baru mencetak satu gol sepanjang 2015 dan itu pun bukan di Premier League. Belum lagi bila mempertimbangkan harganya di 10,5. Duh.

Dame N'Doye - Eks Lokomotiv Moscow baru bermain tiga pertandingan, tapi sudah mencetak dua gol dan satu asis bagi Hull City yang berbuah 19 poin di FPL. Meski harganya murah dengan 5,5 tapi GW ini the Tigers bertandang ke tempat sulit di Britannia.

Kapten
Sergio Aguero - Memang mahal, tapi penyerang asal Argentina memberikan jaminan poin. #AgueroFC

Thursday, 12 February 2015

Siapa Sih: Danny Ings

Pada Premier League matchday ke-25, Danny Ings berjibaku sendirian di daerah pertahanan Manchester United. Meski Burnley kalah 1-3 di Old Trafford tapi sang penyerang sekali lagi membuktikan mengapa dirinya begitu diminati banyak klub.
Ings tengah menjadi sensasi. Chelsea, Manchester United, Tottenham Hotspur dan Liverpool menjadi klub-klub Inggris yang dikabarkan meminati dirinya. Bahkan usaha membuatnya hengkang dari Burnley juga datang dari klub La Liga, Real Sociedad.
Tidak heran bila melihat apa yang terjadi di Old Trafford, Rabu (11/2) dini hari WIB. Ings bahkan tampil lebih bagus dari nama-nama besar seperti Radamel Falcao, Angel di Maria, Wayne Rooney, dan Robin van Persie. Bisa dikatakan jika tim tamu bertahan dengan layak, Burnley mungkin dapat membawa pulang poin dari Manchester.
Meski demikian, kehebatan Ings tidak kemudian muncul dalam semalam. Pria berusia 22 tahun itu tampil konsisten sebagai penyumbang gol the Clarets dengan sembilan gol (empat terjadi di lima laga terakhir) dan empat asis dari 22 kali bermain di Premier League.
Torehan tersebut membuatnya sebagai pemain Inggris keempat yang paling tajam di musim 2013/2014. Charlie Austin dan Harry Kane sama-sama telah membukukan 13 gol, sedangkan Saido Berahino punya 10 gol, lalu ada nama Ings pada urutan berikutnya.
Namun yang membuat Ings dianggap lebih berperan di lini depan adalah pergerakan tanpa bola, jumlah kesempatan yang berhasil dan operan-operan yang ia berikan kepada rekan-rekannya. Singkatnya, kehadiran penyerang timnas U-12 Inggris itu turut menghidupkan pemain lain di lini depan.
Kini tengah hangat diperbincangkan penyerang keempat yang dapat masuk ke skuad tim nasional Inggris. Manajer Roy Hodgson telah dipastikan menggunakan jasa kapten Wayne Rooney dan Daniel Sturridge sebagai dua pemain di lini depan, dan melihat performa para penyerang Inggris belakangan ini maka Kane akan mengisi pelapis pertama, tapi posisi penyerang keempat diperebutkan oleh setidaknya empat pemain.
Austin, Berahino, Ings dan Danny Welbeck muncul sebagai nama yang siap membuat pusing Hodgson untuk memilih salah satu dari mereka. Celakanya bagi Burnley, jika pemain nomor 10 mereka terpilih maka status Ings sebagai pemain berkualitas pun akan semakin meyakinkan para klub yang lebih besar untuk mengajukan tawaran.
Saat ini tim asuhan Sean Dyche berada di peringkat 18 dengan 13 laga tersisa di Premier League. Kemungkinan degradasi sangat besar terjadi pada tim promosi yang satu ini, tapi bila bertahan pun kuasa untuk menahan Ings tetap bermain di Turf Moor musim depan terbilang kecil.
Jika di Januari muncul begitu banyak tim yang memantau diri Ings, maka persoalan klub mana yang mendapatkan tanda tangannya ketika jendela transfer kembali dibuka pada Juli hanya tinggal menunggu waktu.

-Pertama terbit di Sportsatu.com (13/2).

Wednesday, 4 February 2015

Setahun Sepeninggal Luis Aragones Si Bijak dari Hortaleza

Setahun sudah sosok pelatih kawakan asal Spanyol, Luis Aragones, tutup usia. Ia dikenal sebagai Si Bijak dari Hortaleza, meski kenyataannya tidak selalu seperti itu.
Sebelum meninggal di usia 75 tahun, Aragones mengantarkan tim nasional Spanyol menjuarai Piala Eropa di 2008, gelar pertama La Roja sejak 1964, dan usahanya dalam menyatukan tim menjadi juara membuat publik Spanyol menyematkan "Si Bijak" sebagai panggilan pria kelahiran Hortaleza itu.
Hortaleza sendiri merupakan salah satu dari 21 distrik yang mengelilingi ibu kota Spanyol. Di kota satelit ini, Aragones muda dikenal sebagai sosok yang kerap menyuarakan pendapatnya dengan lantang. Kebiasaan yang akan ia bawa hingga akhir hayat.
Di awal kariernya Aragones membela Getafe dan kemudian pindah ke Real Madrid, namun ia gagal menembus tim utama. Setelah mencoba peruntungan di Real Oviedo dan Real Betis, Aragones kembali ke rumah yaitu , Atletico Madrid. Bersama Los Colchoneros, ia tampil sebanyak 11 musim, lebih dari 350 pertandingan dan mencetak 172 gol.
Saat gantung sepatu, Aragones punya catatan menjuarai La Liga tiga kali dan Copa del Rey (saat itu masih Copa del Generalisimo) dua kali. Tidak butuh waktu lama baginya untuk kemudian terjun ke dunia manajerial. Pada usia 36 tahun ia beranjak menjadi pelatih dari Atletico.
Bagi para pendukungnya, Aragones adalah sosok yang memandang sepak bola dengan cara yang tidak biasa dan memahami olahraga itu lebih baik dari sebagian besar orang lain. Namun, mantan pesepak bola yang dikenal akan kekuatan tendangannya itu kerap dianggap "berbahaya" sebagai pelatih karena mudah berganti-ganti mood.
Perjalanannya dalam dunia manajerial tidak selalu sukses. Setelah menjuarai Piala Intercontinental pada musim pertama sebagai pelatih Atletico, Aragones meneruskannya dengan Piala Liga, Copa del Rey dan Piala Super Spanyol sebelum pindah ke Barcelona.
Di Catalonia, Aragones mempersembahkan satu gelar Copa del Rey di 1987/1988 tapi ia hanya bertahan satu musim bersama Barcelona setelah berada dalam tekanan konflik politik di klub tersebut.
Setelah hengkang dari Barcelona, Aragones menangani sejumlah klub di La Liga, ia juga sempat memimpin Atletico di dua periode berbeda, tapi kesuksesannya tidak sama seperti di era 1970 dan 1980-an. Hingga tibalah ia dalam salah satu momen terpenting pada kariernya ketika menjabat pelatih timnas Spanyol di 2004.
Ya, Aragones memang bukan sosok sempurna. Saat mencoba memotivasi Jose Antonio Reyes pada Oktober 2004, ia membandingkan Reyes dengan Thierry Henry yang disebut sebagai negro de mierda (kulit hitam sial).
"Anda harus percaya diri. Anda lebih baik dari negro de mierda itu," kata Aragones saat tertangkap kamera televisi, dan seketika membuat publik Eropa menghujaninya dengan kritik. Meski situasinya tidak sepanas itu di Spanyol.
Namun demikian, di balik kekurangannya ia juga punya kelebihan. Ketika jabatannya dalam bahaya jelang Piala Eropa 2008, Aragones mengambil langkah berani dengan meninggalkan Raul Gonzalez yang sebelumnya membela skuad La Roja pada Piala Dunia 2006. Ia berhasil menunjukkan Spanyol yang berbeda di 2008.
Aragones memilih membangun tim berdasarkan pragmatisme dan ingin memaksimalkan bakat yang ia punya dalam Andres Iniesta, Xavi Hernandez, Marcos Senna, Fernando Torres, David Villa, David Silva dan Sergio Ramos alih-alih membentuk para pemain itu mengikuti gaya bermain tertentu. Hasilnya adalah permainan kreatif nan enerjik dengan operan pendek yang disertai pergerakan dinamis para pemain asuhannya.
Pria kelahiran 28 Juli 1938 itu menunjukkan gaya bermain tiki-taka kepada dunia; permainan yang didominasi operan, dominasi penguasaan bola, dan sabar menunggu celah di pertahanan lawan. Di partai puncak, siapa lagi bila bukan penyerang Atletico, sekaligus anak emas Aragones, Torres, yang mencetak gol kemenangan Spanyol 1-0 atas Jerman.
Selepas turnamen tersebut, Aragones meninggalkan jabatan pelatih Spanyol dan terakhir melatih Fenerbahce di 2009. Dan lima tahun kemudian ia menghembuskan nafas terakhir di Madrid karena penyakit leukimia.
Berbagai sosok dalam dunia sepak bola dari seluruh dunia menyampaikan rasa hormat mereka kepada Aragones. Tidak terkecuali Raul. "Ia akan dikenang dalam sejarah sebagai teladan dalam sepak bola," ujarnya dikutip dari Marca.
Pada akhirnya, Aragones dikenang sebagai legenda Atletico dan salah satu pelatih terhebat yang pernah dimiliki Spanyol. Si Bijak dari Hortaleza memenuhi harapan yang ditujukan kepadanya, juga turut menyumbangkan warnanya dalam dunia sepak bola.

-Pertama terbit di Sportsatu.com (4/2).

Tuesday, 25 November 2014

Jelang Akhir Tahun, Waktunya Candu Merah-Putih

Jelang akhir tahun seperti ini, saat hujan lebih sering turun, biasanya masyarakat sepak bola Indonesia; saya, Anda, mereka, kerap dibuat mabuk oleh candu. Candu ini berwarna merah, dan putih.

Candu yang membuat pikiran melayang tinggi, beranjak dari derasnya hujan yang menggenani jalan-jalan besar di ibu kota, menyembunyikan lubang-lubang, dan dengan usilnya mengetuk atap rumah. Candu yang sedikit mengalihkan perhatian dari penatnya obrolan panas tentang kenaikan bahan bakar atau bobroknya pemerintahan.

Ada dua, merah dan putih, candu itu. Berbeda pula gunanya.

Yang merah, memacu adrenalin Anda, membuat Anda merasa tidak terkalahkan. Senang. Tawa. Euforia. Katakanlah begini, bila Anda berada di Pamplona untuk festival San Fermin, bukan Anda yang terbirit-birit dikejar banteng, justru sebaliknya.

Ia membuat Anda lupa diri, tenggelam dalam kesenangan.

Untuk yang putih, menyelimuti Anda dalam kabut. Tenang. Tidak bersuara. Pikiran dibuatnya berjalan jauh tanpa selangkah pun kaki Anda bergerak. Anda dibuat berpikir, untuk apa manusia ada di dunia. Tidak jarang Anda menitikkan air mata.

Ia membuat Anda lupa diri, tenggelam dalam ketenangan.

Tentu cara untuk menikmatinya beragam, bisa hanya merah, atau hanya putih. Namun, rumor mengatakan cara yang terbaik adalah menggabungkan keduanya, dikenal dengan candu merah-putih.

Sesaat Anda tertawa, setelahnya termenung. Dua efek yang kontradiktif mengaburkan pandangan, membuat Anda lupa dengan urusan belum bayar tagihan atau hal-hal remeh duniawi seperti itu untuk sementara waktu.

Anda dibuatnya senang, tinggi, tapi pada akhirnya amarah Anda dibuat memuncak, marah. Hampa. Tidak ada kejayaan yang pernah Anda rasakan pada akhirnya sebagaimana menjanjikan efek candu tersebut pada hisapan pertama. Tidak ada...klimaks.

Oh satu lagi, bukan hanya dibuat pontang panting emosi Anda. Mendapatkannya pun sulit. Sang bandar hanya muncul sekitar dua mingguan, itu juga hanya sekali dalam dua tahun. Bisa di Vietnam, Singapura, Thailand, suka-suka.

Beruntungnya untuk harga masih fleksibel. Tidak menguras dompet, dapat ditebus dengan waktu yang Anda miliki. Dua jam, tiga jam sudah cukup.

Menyenangkan ketika waktunya sang bandar untuk muncul sudah tiba, candu itu, menyenangkan, walau yang namanya candu selalu menyenangkan, untuk sesaat.

*Menghirup*

*Menghembus*

*Bruk*

Catatan: tulisan dibuat sebelum Indonesia digilas 4-0 oleh Filipina, jadi *bruk* beneran ini.

Wednesday, 12 November 2014

Dan Kramer Pun Turut Membantu (Dortmund)

Seringkali rencana yang telah disusun tidak berjalan sesuai kenyataan yang terjadi, bagi Borussia Dortmund situasi tersebut sangatlah nyata.

Sejak bangkit dari bangkrut, membangun kembali klub dan berada di bawah arahan Juergen Klopp, Dortmund sukses menghadirkan warna baru selain merah Bayern Muenchen yang mendominasi Bundesliga.

Pemain-pemain seperti Mario Goetze, Robert Lewandowski, Ilkay Gundogan, Shinji Kagawa, Jakub Blaszczykowski dan Marco Reus pun menjadi identik dengan Dortmund asuhan Klopp yang menjuarai liga Jerman dua musim berturut-turut di 2010/2011 dan 2011/2012.

Akan tetapi, masa indah tersebut perlahan menjadi kelabu seiring usaha Bayern untuk mendapatkan kembali status mereka sebagai klub terbaik di Jerman dan kekuatan Dortmund mulai melemah imbas ditinggalkan pemain andalan mereka satu per satu, hingga puncaknya berada di musim panas tahun ini ketika top skorer die Schwarzgelben beberapa musim terakhir angkat kaki ke die Rotten. Lewandowski tidak lagi ada di lini depan tim asuhan Klopp.

Apakah hal tersebut menjadi masalah besar? Mungkin iya, mungkin tidak. Seperti musim yang sudah-sudah, pemain yang pergi digantikan oleh pemain lain. Toh, kekuatan utama Klopp adalah sistem yang telah ia buat, permainan menekan dengan gegenpressing dan bila satu puzzle hilang maka yang ia akan lakukan adalah mencari potongan puzzle lain.

Walau harus diakui, Henrikh Mkhitaryan mungkin tidak seberbakat Goetze, dan Ciro Immobile, jelas ia punya kemampuan mengingat statusnya sebagai pencetak gol tersubur Serie A musim lalu, masih beradaptasi dengan lingkungan barunya. Namun, Ada Pierre-Emerick Aubameyang yang semakin solid di lini depan Dortmund. Begitu juga dengan kembalinya Kagawa dari Manchester United yang dapat diandalkan untuk memberikan umpan-umpan terobos yang tajam.

Jelas jika dibandingkan dengan Bayern maka Dortmund tidak berada dalam kekuatan yang setingkat. Pada beberapa musim terakhir, dapat dikatakan performa terbaik kedua klub tampak pada musim 2012/2013 dan hasil final Liga Champions musim itu sudah menentukan siapa yang berhak menyombongkan diri mereka sebagai yang lebih superior.

Namun demikian, sejak saat itu Reus dan kawan-kawan belum sanggup memperlihatkan permainan yang sama. Permainan dengan pressing intens dan operan dinamis yang bahkan dapat membuat klub sekelas Real Madrid berkeringat dingin.

Cuma Dortmund tidak perlu khawatir, karena memang Bayern saat ini tidak lagi pantas berada di Bundesliga. Justru aneh jika FC Hollywood gagal memuncaki kompetisi domestik dengan segala sumber daya yang mereka miliki. Hanya saja, tidak berarti klub yang bermarkas di Signal Iduna Park itu inferior dari Schalke 04, Bayer Leverkusen, atau Eintracht Frankfurt. Kenyataannya? Mereka terancam terdegradasi dengan menjadi juru kunci saat kompetisi hampir memasuki sepertiga musim.

Mats Hummels bingung menanggapi buruknya lini belakang Dortmund, Klopp pun menyatakan hal yang sama. Permainan mereka tidak sepenuhnya buruk, pemain mereka juga, seperti yang dikatakan di atas, ada di atas rata-rata. Meski demikian, sebelum bertemu dengan Borussia Moenchengladbach di spieltag ke-11 Dortmund hanya mendapatkan satu poin dari tujuh pertandingan terakhir di Bundesliga.

Banyak pihak mengira Dortmund belum sanggup memperbaiki performa ketika menjamu Moenchengladbach, yang sejauh musim ini berjalan menjadi klub yang paling mengancam Bayern, tapi yang malah terjadi adalah sebaliknya.

Sejak menit pertama, Dortmund langsung mengancam gawang tim tamu. Reus, Mkhitaryan, Aubameyang bergantian mendapatkan kesempatan. Bahkan yang namanya belakangan disebut sempat mencetak gol akrobat jika tidak dalam posisi offside. Ketika pertandingan memasuki jeda, tuan rumah sukses melakukan sembilan tembakan yang mengarah ke gawang tapi masih berhasil diselamatkan Yann Sommer atau diblok pertahanan Moenchengladbach.

Sebagai salah satu tim yang tengah bertengger di papan atas, ada kemungkinan anak-anak asuhan Lucien Favre menghadirkan balasan di babak kedua. Sah-sah saja bila memerkirakan bahwa pria asal Swiss itu melihat kelemahan dalam performa dominan Dortmund di babak pertama dan menyiapkan strategi balasan.

Ternyata hal tersebut tidak pernah terjadi. 45 menit kedua yang dimainkan menegaskan apa yang seharusnya ditampilkan Dortmund selama 10 pertandingan sebelumnya. Pasukan hitam kuning menyengat seperti rombongan lebah, yang sayangnya tidak juga berhasil menceploskan bola ke gawang Sommer. Seakan ada tembok tidak terlihat yang menghalau terjadinya gol.

Sampai terjadi salah satu gol terbaik, atau terburuk (?), yang pasti akan masuk highlights Bundesliga musim ini saat Christoph Kramer mencetak gol bunuh diri yang indah dari hampir setengah lapangan.

Satu gol tidak membuat Dortmund puas, mereka mencium bahwa lawannya sedang terluka dan ingin menghabisinya. Tapi apa boleh buat setelah melakukan 22 tembakan pada akhirnya mereka gagal mencetak satu gol pun, dengan catatan Moenchengladbach dibuat tidak berkutik dengan gagal melakukan tembakan mengarah ke gawang Roman Weidenfeller.

Klopp tidak ambil pusing, asalkan ia mendapatkan tiga poin. "Kami akhirnya mendapat dua digit poin," kata mantan pelatih Mainz 05 itu usai pertandingan. Ia juga menanggapi situasi dengan enteng ketika mengingatkan Kramer menjadi bagian sejarah dari Dortmund.

Gol bunuh diri yang hampir mustahil dari Kramer itu melayang sejauh 45 meter, lebih spesial lagi,selain karena jaraknya yang terlampau jauh, bahwa pemain yang mencetak gol adalah pemain andalan Moenchengladbach yang tengah hangat dibicarakan. Bukan Martin Stranzl, bukan pula Tony Jantschke, dan bukan Sommer yang posisinya paling dekat gawang, tapi Kramer.

Mungkin saja merupakan hadiah dari semesta setelah semua usaha keras yang dilakukan Dortmund untuk mengubah peruntungan mereka.

Setelah berulang kali mengetuk, malah mungkin sudah menggedor-gedor, pintu rumah Dewi Fortuna, keberuntungan berpihak kepada Dortmund. Runner-up liga musim lalu itu keluar dari zona merah, walau sangat tipis, dan siap membuka lembaran baru.

Mungkinkah ini menjadi tanda akhirnya musim Dortmund baru dimulai? Siapa tahu, lagi pula Dia bekerja dengan cara yang misterius dan membingungkan. Semembingungkan bagaimana awalnya Dortmund bisa ada di posisi terbawah Bundesliga.

Monday, 3 November 2014

Man. United Punya Satu Tugas dan Mereka Gagal Melakukannya

Dari jauh-jauh hari sebelum derby Manchester, Manchester United sudah tahu tugas utama yang harus mereka lakukan saat bertandang melawan Manchester City, meski begitu tim asuhan Louis van Gaal tetap saja gagal melakukannya.

Oke, mungkin tidak benar-benar satu tugas. Tapi, bila yang satu ini gagal maka yang lain menjadi tidak berarti. Tugas yang dimaksud adalah menjaga pergerakan sumber gol Man. City, Sergio Aguero.

Kompatriot Aguero di Man. United, Marcos Rojo, sadar akan pentingnya hal tersebut. Toh, mantan menantu Diego Maradona itu memang akan selalu disorot. Sebelum derby dilangsungkan, ia telah mencetak 15 gol bagi the Citizens dari 16 pertandingan di seluruh kompetisi.

9 dari 15 gol itu dilesakkan di Premier League, membuat Aguero memiliki rataan 1 gol per laga dan pemain paling penting Man. City, sebab 47% gol yang dicetak legiun Manuel Pellegrini berasal dari pemain timnas Argentina ini.

"Ia sangat bagus dalam bergerak ke dalam posisi-posisi berbahaya. Anda harus sangat fokus dan berkonsentrasi menjaga pergerakannya dan mengetahui di mana ia berada dan kemungkinan celah yang ingin ia tuju. Anda harus melakukannya selama 90 menit," ujar Rojo dikutip dari BBC.

Sayangnya, Rojo tidak tahu ia hanya akan bertahan selama 55 menit, dan semakin tidak membantu ketika Chris Smalling melupakan tugas lainnya.

Dalam konferensi pers terakhir Man. United sebelum derby, Van Gaal sudah mewanti-wanti, "Kami tidak ingin kartu merah karena akan sangat sulit menang 11 vs 10 dan itu menjadi bagian dari persiapan kami."
38 menit pertandingan berjalan Smalling dikeluarkan wasit karena mendapatkan dua kartu kuning. Itu pun dengan dua kali pelanggaran yang membuat kata "bodoh" masih terlalu sopan dalam mendeskripsikannya.

Namun demikian, Rojo tetap menepati omongannya. Ia benar-benar menjaga penyerang Sky Blues itu, mengikuti pergerakannya. Pertahanan tinggi Man. United yang meninggalkan celah di belakang sebenarnya menguntungkan Aguero yang memiliki kecepatan tersebut tapi eks Sporting Lisbon menempelnya seperti pasangan yang baru jadian, tidak bisa lepas.

Hingga mimpi buruk Man. United datang di menit ke-55, Rojo mengalami cedera dislokasi bahu dan Aguero mendapatkan ruang untuk bergerak.

Sebelum Rojo ditandu keluar, Aguero "hanya" melakukan empat take ons dan tiga tembakan, dalam kurun waktu 30 menit kemudian sampai ia digantikan oleh Fernandinho, pesepak bola berusia 26 tahun berhasil hampir menggandakan kedua statistik itu menjadi tujuh take ons dan lima tembakan serta berhasil mencetak satu gol berselang enam menit setelah Rojo cedera.

Paddy McNair yang masuk menggantikan Rojo gagal mengikuti pergerakan Aguero di kotak penalti dan begitu pun Michael Carrick yang menjadi duet dadakannya. Maklum, saat gol terjadi barisan belakang Man. United dihuni satu pemain saya, satu gelandang bertahan dan dua bek berusia 19 tahun.

Diawali umpan terobos tajam dari Yaya Toure ke Gael Clichy, mantan bek Arsenal itu tidak buang waktu dan langsung mengirim umpan mendatar ke tengah yang disambut Aguero dengan sepakan keras. 1-0!

Berkat gol tersebut semakin menjadi-jadilah status Aguero sebagai predator berbahaya di dalam kotak penalti, terbukti dari 10 gol dari 10 laga Premier League ia hanya mencetak satu gol dari luar kotak terlarang.

Di sisa 15 menit terakhir Pellegrini memilih bermain berhati-hati mengingat tiga pertandingan sebelumnya berakhir tidak maksimal dan melindungi keunggulan mereka daripada mencoba menambah gol. Namun, lini depan Man. United pun tidak bisa berbuat banyak dengan penampilan Robin van Persie yang dibawah rata-rata.

Lalu, apakah ada sisi positif dari kegagalan Man. United menjalankan tugasnya? Tentu ada, the Red Devils boleh bergembira hanya kebobolan satu gol.