Jelang akhir tahun seperti ini, saat hujan lebih sering turun, biasanya masyarakat sepak bola Indonesia; saya, Anda, mereka, kerap dibuat mabuk oleh candu. Candu ini berwarna merah, dan putih.
Candu yang membuat pikiran melayang tinggi, beranjak dari derasnya hujan yang menggenani jalan-jalan besar di ibu kota, menyembunyikan lubang-lubang, dan dengan usilnya mengetuk atap rumah. Candu yang sedikit mengalihkan perhatian dari penatnya obrolan panas tentang kenaikan bahan bakar atau bobroknya pemerintahan.
Ada dua, merah dan putih, candu itu. Berbeda pula gunanya.
Yang merah, memacu adrenalin Anda, membuat Anda merasa tidak terkalahkan. Senang. Tawa. Euforia. Katakanlah begini, bila Anda berada di Pamplona untuk festival San Fermin, bukan Anda yang terbirit-birit dikejar banteng, justru sebaliknya.
Ia membuat Anda lupa diri, tenggelam dalam kesenangan.
Untuk yang putih, menyelimuti Anda dalam kabut. Tenang. Tidak bersuara. Pikiran dibuatnya berjalan jauh tanpa selangkah pun kaki Anda bergerak. Anda dibuat berpikir, untuk apa manusia ada di dunia. Tidak jarang Anda menitikkan air mata.
Ia membuat Anda lupa diri, tenggelam dalam ketenangan.
Tentu cara untuk menikmatinya beragam, bisa hanya merah, atau hanya putih. Namun, rumor mengatakan cara yang terbaik adalah menggabungkan keduanya, dikenal dengan candu merah-putih.
Sesaat Anda tertawa, setelahnya termenung. Dua efek yang kontradiktif mengaburkan pandangan, membuat Anda lupa dengan urusan belum bayar tagihan atau hal-hal remeh duniawi seperti itu untuk sementara waktu.
Anda dibuatnya senang, tinggi, tapi pada akhirnya amarah Anda dibuat memuncak, marah. Hampa. Tidak ada kejayaan yang pernah Anda rasakan pada akhirnya sebagaimana menjanjikan efek candu tersebut pada hisapan pertama. Tidak ada...klimaks.
Oh satu lagi, bukan hanya dibuat pontang panting emosi Anda. Mendapatkannya pun sulit. Sang bandar hanya muncul sekitar dua mingguan, itu juga hanya sekali dalam dua tahun. Bisa di Vietnam, Singapura, Thailand, suka-suka.
Beruntungnya untuk harga masih fleksibel. Tidak menguras dompet, dapat ditebus dengan waktu yang Anda miliki. Dua jam, tiga jam sudah cukup.
Menyenangkan ketika waktunya sang bandar untuk muncul sudah tiba, candu itu, menyenangkan, walau yang namanya candu selalu menyenangkan, untuk sesaat.
*Menghirup*
*Menghembus*
*Bruk*
Catatan: tulisan dibuat sebelum Indonesia digilas 4-0 oleh Filipina, jadi *bruk* beneran ini.